Senin, 29 Maret 2010

Caleg Digerebek, Selingkuh Dengan Mantan Pacar

Calon legislatif (caleg) Partai Hanura, Enny Sulistyowati,46, warga Jl Aditia, Perumahan Bumi Sumekar Asri, Sumenep digerebek warga di rumahnya, Minggu (22/1) siang. Warga menggerebek Enny karena ketahuan membawa pria selingkuhannya Syukron,50 yang juga mantan pacarnya asal Jombang. Malahan pria itu sudah beberapa kali menginap di rumah Enny.
Ulah Enny yang membawa pria menginap di rumahnya pernah diperingatkan Ir Didik Wahyudi, ketua RT tempat pasangan selingkuh itu tinggal. Namun peringatannya tak dihiraukan. Bahkan keduanya semakin intim saja.

Puncaknya, warga bersama aparat desa dan personil Polsek Kota menggerebek pasangan selingkuh itu. Warga yang emosi karena lingkungannya dicemarkan janda dua anak yang ditinggal mati suaminya nyaris menghakimi pasangan pria. ”Warga ada yang marah dan mau menghakimi, namun dihalangi polisi yang kebetulan ada pada saat kejadian,” ujar Parto, warga sekitar.

Informasinya Sukron berada di Sumenep sebagai pelatih salah satu klub sepak bola. Saat digerebek dia sudah beberapa hari tinggal di rumah yang hanya dihuni Enny Sulistyowati dan anaknya yang masih kecil.

Menurut Ir Didik Wahyudi, pasangan selingkuh itu telah lama diincar warga. Apalagi setiapkali Sukron datang ke rumah Enny, dia langsung masuk kamar. ”Kami pernah menanyakan pada keluarganya, ternyata keduanya tidak punya hubungan keluarga. Ada yang bilang keduanya mantan pacar dan sekarang selingkuh,” ungkapnya.

Menyusul peristiwa itu, Didik menyerahkan penyelesaian kasus itu kepada aparat kepolisian dan aparat Desa Kolor apakah dikenakan tindakan pidana atau tidak. ”Kami berharap jangan diulangi lagi di wilayah kami,” pungkasnya.

Sementara Ketua DPC Partai Hanura Sumenep, Syamsul Maarif saat dikonfirmasi Surya mengaku kaget dengan kasus yang menimpa Enny, salah satu calegnya. Meski terkena kasus perselingkuhan, pihaknya tidak akan membatalkan pencalegkannya. “Biarlah yang menilai masyarakat,” ujarnya.s http://www.surya.co.id/2009/03/23/caleg-digerebek-selingkuh-dengan-mantan-pacar.html

Dua Ketua Parpol Digerebek, Berduaan di Dalam Kamar

Dua ketua parpol digerebek warga karena asyik berduaan di dalam kamar kos milik Surat,35, warga Kelurahan Triwung Kidul, Kecamatan Kademangan, Kota Probolinggo, Rabu (15/4).

Dua pentolan parpol yang digerebek itu masing-masing Ketua DPD Partai Indonesia Sejahtera (PIS) Kota Probolinggo Bambang S,45, warga Jl Hayam Wuruk dan Ketua DPC Partai Merdeka Ismi Rahayu,39, warga Perumahan Asabri, Kota Probolinggo.

Keduanya digelandang warga ke Kantor Kelurahan Triwung Kidul. Kejadian itu mengundang kedatangan petugas dari Polresta Probolinggo, ikut menyelesaikan persoalan tersebut.

Namun, keduanya mengelak melakukan tindakan amoral di dalam kamar kos. Keduanya juga kompak mengaku berduaan di dalam kamar hanya sekedar merekap perhitungan perolehan suara partainya. Ismi Rahayu juga menjadi caleg nomor urut 1 DPRD Kota Probolinggo daerah pemilihan I Kecamatan Mayangan.

Menurut Ismi, dirinya tidak menyangka akan digerebek warga. Karena kedatangannya ke rumah kos milik Surat, hanya sekedar mampir untuk menyelesaikan tanggungan utang piutang. “Saya keliling mencari data perolehan suara diantar Pak Bambang, di kamar itu kami rekap perolehan suara,” ujarnya.
Ditambahkan, pada saat mereka di kamar, pintu kamar terbuka dan ada beberapa orang di luar kamar di antaranya Susi dan Surat. “Demi Allah, salah besar jika kami diduga berselingkuh,” tegas Ismi.

Saat ditanya kenapa merekap suara di dalam kamar ?. Ismi maupun Bambang hanya menjawab, kalau punya hubungan baik dengan pemilik rumah kos. “Kami merekapnya memang di situ,” kilahnya.

Namun, keterangan kedua pentolan parpol itu dibantah warga yang ikut penggerebekan. “Tidak benar, jika pintu kamar dibuka. Pada saat digerebek, pintu kamar ditutup, begitu digedor-gedor baru dibuka dan saat pintu di buka, saya melihat si perempuan itu hanya mengenakan singlet, bukan baju seperti yang dipakai sekarang,” ungkap Arifbillah, tokoh warga Triwung Kidul kepada Surya.

Sedangkan kenekatan warga menggerebek rumah kos karena rumah tersebut kerapkali didatangi pasangan pria dan perempuan. “Kayak tempat short time gitulah,” tandas Arif. Salah satu perangkat Kelurahan Triwung Kidul, Asmad ketika dikonfirmasi soal keberadaan tempat kos yang juga difungsikan sebagai tempat mesum hanya menjawab diplomatis. “Semua warga sudah tahu,” ujarnya.

Sedangkan Surat, pemilik rumah ketika dikonfirmasi terkait penggerebekan itu mengaku terkejut. “Rumah saya memang menerima kos-kosan. Bukan tempat begitu-an,” katanya.
Usai dikonfrontir di Kantor Kelurahan Triwung Kidul, kedua pasangan yang sama-sama menjabat ketua parpol ini digelandang ke mapolresta untuk dimintai keterangan

Kencani Wanita Hamil, Kakek Tewas Serangan Jantung

Ita (24), kaget bukan kepalang. Wanita yang sedang hamil tua ini tak menyangka Sudianto alias Tan Lie Hong (62), teman kencannya tewas di kamar 115 Wisma Sari Indah, Kecamatan Meral, saat dirinya bersiap-siap melayani pria tersebut, Sabtu (1/8) sekitar pukul 20.00 WIB.

Warga Jalan Pegadaian RT 03 RW 01 itu diduga tewas akibat serangan jantung yang dipicu oleh obat kuat yang dikonsumsi korban beberapa jam sebelumnya. “Saya kaget ketika akan bersiap-siap melayaninya saya menemukan ia (Sudianto alias Tan Lie Hong) kejang-kejang di atas kasur. Saya kira ia cuma bercanda,” ujar wanita yang tinggal menunggu kelahiran putra pertamanya tersebut kepada sejumlah wartawan di Mapolsek Meral.

Bahkan saking kuatnya kejang yang dialami, gigi palsu bagian atas korban copot dan mental ke atas kasur. “Badannya langsung menghitam saat kejang-kejang. Satu gigi bagian atasnya langsung copot dan jatuh ke atas kasur,” sambung Ita yang masih terlihat syok.

Meski belum diketahui penyebab pasti kematian pria tersebut, tetapi polisi menduga korban tewas akibat serangan jantung pengaruh obat kuat. “Dilihat dari kondisi mayat yang membiru di bagian wajah hingga leher, kita menduga korban tewas akibat serangan jantung. Kemungkinan ia mengonsumsi obat kuat beberapa jam sebelumnya di luar wisma,” kata AKP Arif Budi Purnomo, Kepala Polsek Meral melalui Ipda Felix Mauk, Kepala Unit Reskrim Polsek Meral, kepada Tribun di kamar jenazah RSUD Karimun, Sabtu malam.

Sementara itu, Ita, teman kencan korban mengaku tidak melihat Sudianto alias Tan Lie Hong mengonsumsi obat kuat saat akan berhubungan intim dengannya. “Saya tidak lihat kalau ia mengonsumsi obat. Tapi kalau di luar ia telan, saya tidak tahu. Karena selama ini ia sering main ke sini (Wisma Sari Indah),” jelasnya.

Menurut Ita, malam itu ia ditawari melayani korban dengan bayaran sebesar Rp 50.000. Wanita yang sedang hamil 9 bulan tersebut mengaku kaget mengingat selama ini dirinya tak pernah dilirik korban.

“Mungkin karena saya tengah hamil ia tidak pernah melirik saya. Tapi sungguh saya tidak percaya malam ini ia memilih saya untuk menemaninya tidur. Biasanya ia milih cewek-cewek lain,” tutur Ita polos. Tapi saat hendak tidur, wanita yang sejak satu bulan lalu menempati kamar 115 Wisma Sari Indah tersebut kaget ketika mendapati Sudianto alias Tan Lie Hong kejang-kejang. “Saat kita turun ke TKP (tempat kejadian perkara), posisi korban sudah setengah melorot dari atas kasur dengan posisi badan menopang di bibir kasur telentang,” ujar Ipda Felix Mauk.http://www.surya.co.id/2009/08/04/kencani-wanita-hamil-kakek-tewas-serangan-jantung.html

Minggu, 28 Maret 2010

Guru Pencabul Siswi SMP Purworejo Mulai Diadili

Purworejo, CyberNews. Sugiyono bin Poniran Sumarto (32) warga Desa Besole RT 02 RW 01 Kecamatan Bayan, Purworejo mulai diadili di meja hijau Pengadilan Negeri (PN) Purworejo, Kamis (15/1). Dia adalah guru SMP yang telah tega mencabuli siswinya sendiri.

Guru honorer itu didakwa Jaksa Penuntut Umum Yazid Ujiyanto SH MH telah mencabuli siswinya, sebut saja Mawar (14) sebanyak enam kali di ruang kelas, di mana tempat guru itu mengajar. Dalam persidangan yang dipimpin hakim YF Rangka SH, JPU Yazid memaparkan, sekitar Juli 2008 lalu terdakwa yang guru mata pelajaran IPS dan Pramuka di sebuah SMP Negeri di Purworejo itu meminta salah seorang muridnya untuk memanggilkan korban Mawar, siswi kelas VIII.

Korban dipanggil terdakwa dengan alasan jarang ikut kegiatan Pramuka yang akan berpengaruh terhadap nilai dan kenaikan kelasnya. Korban diminta menemui terdakwa di ruang kelas VII C dengan alasan untuk menguji syarat kecakapan khusus. Ternyata menurut penilaian terdakwa, korban tidak bisa mendapatkan nilai standar untuk memenuhi syarat kenaikan kelas karena jarang mengikuti kegiatan pramuka.

Selanjutnya terdakwa menawarkan serta membujuk korban untuk melayaninya berhubungan badan layaknya suami istri. Tujuannya supaya bisa dibantu mengatrol nilai agar bisa naik kelas. Saat itu terdakwa menjanjikan nilai B untuk pelajaran yang diajarkan terdakwa dan diberikan uang imbalan. Jika menolak, korban diancam tidak naik kelas. Karena takut tidak naik kelas, akhirnya korban bersedia melayani nafsu bejat terdakwa di ruang kelas IX E.

Perbuatan yang tidak sepatutnya dilakukan oleh seorang guru kepada muridnya tersebut dilakukan sebanyak lima kali sejak Juli hingga Agustus 2008 lalu. Terakhir terdakwa kembali melakukan perbuatan bejatnya pada Jum'at, 10 Oktober 2008 pukul 10.00 di ruang kelas IX E.

Namun aksi bejat guru tersebut dipergoki oleh salah seorang rekan guru, Dariyo. Akhirnya kasus itu dilaporkan ke Polsek Bayan. Terdakwa dijerat dengan pasal 81 ayat (2) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara.
http://suaramerdeka.com/beta1/index.php?fuseaction=news.detailNews&id_news=21207

Rabu, 10 Maret 2010

Orang Minahasa Suka Masakan Daging Babi

Minahasa – Berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah peneliti dari Fakultas Peternakan Unsrat, konsumsi daging babi terbesar adalah dikalangan warga Minahasa, hal ini selain disebabkan karena sebagian besar warga minahasa beragama kristen (nasrani), juga karena daging babi memiliki nilai selera yang tinggi dibandingkan dengan daging lainnya seperti daging sapi, ayam dan kambing. Hal ini terbukti hampir setiap hidangan yang disediakan warga, pasti terdapat masakan yang terbuat dari daging babi. Jenis masakan daging babi yang sangat populer diminahasa, adalah sate babi/rage, babi rica, kuah brenebon, babi bulu, dan babi putar.

Dalam sebuah pesta, apakah karena acara perkawinan, ulang tahun , pengresmian rumah baru atau syukuran apa saja, jika tidak ada masakan daging babi, acara tersebut dianggap belum meriah. Yang menarik lagi munculnya penilaian warga bahwa acara tersebut belum dianggap bergensia kalau tidak disediakan makanan ”babi putar”. Menurut pengakuan sejumlah warga, kelezatan masakan daging babi ada pada lemaknya, atau warga setempat menyebutnya ”tawa”, meskipun disadari itu sangat berbahaya bagi kesehatan terutama mereka yang memiliki resiko darah tinggi, tapi bagi warga bukan jadi masalah untuk menyantapnya.

http://beritamanado.com/2009/06/27/orang-minahasa-suka-masakan-daging-babi/

Warga Minahasa Adopsi Cara Masak Daging Babi Suku Papua

MINAHASA – Kebiasaan warga Minahasa mengkonsumsi masakan daging babi, mendorong warga untuk terus mencari tau berbagai ramuan dan cara masak Nusantara. Salah satu yang mulai diadopsi oleh warga adalah cara masak ala suku Papua, yaitu memasak daging babi didalam tanah.

Meskipun tidak persis sama dengan yang dilakukan warga suku Papua, karena penggunaan rempah-rempahnya masih mengandalkan rempah-rempah khas Minahasa, namun penggunaan media tanah sebagai tempat memasak memiliki nilai cita rasa tersendiri dan dapat diterima oleh lidah warga Minahasa.

Daging babi yang akan dimasak, terlebih dahulu dibungkus dalam “daun woka” sejenis daun kelapa yang masih muda, kemudian dilumuri rempah-rempah khas Minahasa dengan penonjolan pada rasa “pedes” kemudian dimasukkan pada lobang dalam tanah yang telah disediakan, lalu ditutup rapat dan selanjutnya dimasak dengan cara meletakkan bakaran kayu diatas tanah tersebut sampai kira-kira 12 jam lamanya.

Jenis masakan ini disajikan warga pada saat kegiatan “pengucapan syukur Minahasa” baru-baru ini, termasuk Bupati Minahasa Drs Stefanus Vreeke Runtu. Bupati yang dikenal sangat terbuka dan dekat dengan warganya itu memuji kelezatan masakan daging babi yang dimasak dalam tanah tersebut. Menurut Bupati ini adalah metode memasak daging babi terbaru di Minahasa yang dapat diterima oleh lidah warga Minahasa.

Tidak ada keterangan resmi kapan cara memasak tersebut mulai dikembangkan warga. Namun ada yang mengatakan cara masak ini, idenya dibawah oleh warga Minahasa yang pernah bekerja di tanah Papua. Selaian ada juga yanag mengatakan idenya dibawah oleh Mahasiswa asal papua yang berkuliah di Minahasa (universitas negeri Manado) Sejauh ini jenis masakan tersebut belum ada yang dijual dirumah makan ataupun restaurant yang ada, masih sebatas masakan keluarga saja.

http://beritamanado.com/category/pariwisata/kuliner/

“Babi Putar” Hidangan Bergensi di Pesta Perkawinan Orang Minahasa

MINAHASA – Meskipun itu bukan sebuah ketentuan adat, namun bagi sebagian besar orang minahasa, pesta perkawinan tanpa hidangan makanan khas “babi putar” belumlah dianggap lengkap dan bergensi. Oleh karena itu hampir setiap kali ada pesta perkawinan, jenis makanan ini selalu menjadi perhatian utama undangan. Kebanyakan undangan akan menilai apakah pesta ini dianggap bergensi atau tidak , sangatlah ditentukan ada tidaknya hidangan ini disediakan oleh keluarga yang mengundang, begitu juga bagi keluarga yang mengundang, mereka beranggapan hidangan babi putar merupakan symbol kemewahan pesta yang mereka selenggarakan itu.

”torang malo mo kase kawin torang pe anak kalo ndak mampu mo sadia makanan babi putar” kata ibu olga salah satu warga minahasa. Bagi kebanyakan orang minahasa babi putar merupakan salah satu makanan terlezat, harganya yang mahal, membuat nilai kelezatannya menjadi bertambah dan bergensi. Proses pembuatannya memerlukan ketrampilan khusus bagi yang memasaknya, tidak semua orang bisa memasak makanan babi putar dengan hasil masakan yang maksimal. Lama waktu memasaknya lebih dari 3 jam, dengan ukuran api yang pas sehingga daging yang dimasak itu menjadi empuk dan mengeluarkan aroma khas penggoda selera. Jika tidak terampil. maka akibatnya daging yang dimasak dengan cara diputar diatas api ”rahoan” masak tidak merata serta mengeluarkan aroma asap yang kurang sedap.

Dalam setiap pesta, biasanya hidangan babi putar ”diserbu” atau diambil terlebih dahulu oleh undangan. Kemungkinan ini terjadi karena undangan beranggapan takut kehabisan bagian-bagian babi putar yang paling lezat, misalnya kulit bagian punggung, dan kulit-kulit lainnya.

http://beritamanado.com/2009/07/08/%E2%80%9Cbabi-putar%E2%80%9D-hidangan-bergensi-di-pesta-perkawinan-orang-minahasa/


Senin, 08 Maret 2010

Kondom Bukan Solusi Melawan HIV: Paus

YAOUNDÉ, Kamerun — Kondom bukan jawaban bagi Afrika dalam memerangi penyebaran virus HIV, kata Paus Benedict XVI dalam lawatannya ke Afrika pada Selasa lalu. Ini merupakan pernyataan publik pertama yang dikeluarkan Paus Benedict terkait isu penanggulangan HIV/AIDS.

Selama empat tahun menjabat sebagai Paus, Benedict tidak pernah secara langsung menegur pemakaian kondom, kendati posisinya (sebagai Paus) tidak baru. Pendahulunya, Paus John Paul II, sering menganjurkan penahanan nafsu seks, bukan kondom, merupakan cara terbaik untuk mencegah penyebaran HIV, virus yang menyebabkan AIDS.

Benedict juga menyebutkan, Gereja Katolik Roma berada di bagian terdepan dalam memerangi AIDS. “Kamu tidak bisa menanggulanginya dengan membagi-bagikan kondom,” kata Paus kepada wartawan seperti dirilis Associated Press, Selasa lalu. “Malahan, itu akan menambah masalah.” Benedict menyebutkan, tanggungjawab dan moral terhadap seks akan membantu melawan penyakit.

Richard Dawkins, penulis Inggris yang dikenal ateis mempersoalkan pernyataan Paus Benedict XVI yang dianggap membahayakan kesehatan jutaan orang di berbagai belahan dunia. Paus diminta mempertanggungjawabkan pernyataannya saat lawatan ke Afrika beberapa waktu lalu. Dawkins yang dikenal dengan pandangan dan pendapat kontroversialnya soal ateisme dan Darwinisme, mengatakan Paus harus bertanggungjawab atas kematian jutaan orang yang memegang ucapannya.

“Paus itu apakah bodoh, bebal, atau hanya mengecilkan (masalah),” ujar Dawkins kepada Daily Mail, koran di Inggris, Rabu. “Jika orang memegang kata-katanya, dia (Paus) harus bertanggungjawab atas kematian ribuan, bahkan jutaan orang.” Jurnal kesehatan Lancet juga mengkritik pernyatan Paus. “Pernyataan Paus menghancurkan kesehatan jutaan orang,” lapor Mail.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam lawatannya ke Afrika, Paus Bennedict XVI menyebutkan bahwa membagi-bagikan kondom bukan solusi untuk menanggulangi AIDS. “Kamu tidak bisa menanggulanginya dengan membagi-bagikan kondom,” kata Paus kepada wartawan seperti dirilis Associated Press, Maret lalu. “Malahan, itu akan menambah masalah.” [dailymail/foxnews]

Teroris Aceh Lebih Berbahaya

Jaringan terorisme di Aceh lebih berbahaya dibandingkan sel terorisme yang dipimpin gembong teroris Noordin M Top. Jaringan Aceh lebih terstruktur, global, dan langsung berhubungan dengan Al-Qaedah pusat. ”Ini lebih besar dari Noordin Top. Noordin bergerak solo, dengan formasi 124. Kalau yang di Aceh ini persis formasi Mindanao, lebih global,” kata pengamat terorisme Mardigu Wowiek Prasantyo, Minggu (7/3) di Jakarta.

Menurut dia, Al-Qaedah memanfaatkan Mindanao untuk latihan perang, tidak hanya untuk memerdekakan Filipina Selatan, tapi juga lebih besar lagi untuk menyiapkan kader terorisme. Dalam kasus Aceh, lanjutnya, Al-Qaedah juga memakai untuk pusat latihan teroris setelah gagal di Ambon dan Poso. ”Aceh itu teritori berikutnya setelah Ambon dan Poso. Jadi terorisme ini benar-benar dari pusatnya yang holistik. Jadi sangat berbahaya,” tegasnya.

Dia melihat, Noordin yang tewas di Solo hanyalah produk dari jaringan terorisme. Siapa yang membuat Noordin M Top, kata dia, belum ditumpas. Jaringan inilah yang diduga bermain di Aceh. ”Noordin itu tidak bisa bahasa Arab, Noordin tidak pernah ke Afghanistan.

Dia hanya produk, produsennya belum ditumpas, jadi biangnya belum dapat,” tegasnya.
Jaringan terorisme di Aceh, menurutnya, dikontrol langsung Al-Qaedah. Blog ’’Tandzim Al Qoidah Indonesia Serambi Makkah’’ merupakan blog asli yang dibikin Al-Qaedah ataupun orang yang disuruh Al-Qaedah. ’’Al-Qaedah ingin membuat Aceh seperti Mindano. Menjadikan Aceh sebagai pusat perekrutan dan pelatihan teroris. Mereka yang dilatih di Aceh dipersiapkan untuk misalnya menyerang negara mana.”

Untuk memberantas terorisme, kata dia, masyarakat harus terus menerus diberikan penyadaran tentang bahaya terorisme.
Tentang model terorisme di Aceh, dia belum bisa menjelaskan. Namun menurutnya, jaringan tersebut berbeda dengan gaya Noordin yang melakukan pengeboman. Aceh lebih dijadikan pusat pelatihan terorisme. “Mungkin Aceh akan menjadi seperti Magelang, jadi seperti Akabri-nya teroris,” jelas dia.
Di lain pihak, hampir dua pekan polisi menyergap teroris di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Namun polisi belum berhasil melumpuhkan maupun menguasai sepenuhnya daerah pegunungan Aceh Besar yang sebelumnya dijadikan latihan para teroris.
Polisi telah menangkap 14 tersangka teroris, satu tersangka tewas, dan satu warga kena peluru nyasar. Sementara tiga anggota polisi tiga gugur dan sembilan luka-luka. “Karena mereka (teroris-red) menguasai medan, berada di ketinggian dan dilengkapi dengan senjata cukup bagus,” ungkap Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Edward Aritonang.

Dikatakan, pihaknya belum bisa memperkirakan besarnya jumlah teroris yang berada di lokasi penyergapan secara pasti. Pasalnya 14 tersangka teroris yang berhasil ditangkap yakni ZN, SA, YZ, SAS, NR, HL, HB, AF, DS, NK, AN, HB, AK, dan AF. Sebanyak 13 di antaranya masih diperiksa di Mabes Polri.

Mereka belum bisa dikorek informasinya lebih jauh karena tidak kooperatif.
“Mereka bisa katakan sedikit, tapi itu bohong. Jauh lebih besar dari pada yang sudah ditangkap,” tandas Edward.
Ia belum bersedia membeberkan buatan dari mana senjata yang dipakai teroris itu. Dia hanya mengungkapkan jumlah senjata yang berhasil disita yaitu puluhan ribu peluru, empat senjata api laras panjang, granat asap, dan 24 buah magasin lengkap dengan pelurunya.

Sasaran para teroris, lanjutnya, bukan Selat Malaka. “Itu kan informasi dari Singapura,” tuturnya. Dia juga mengungkapkan untuk tiga anggota kepolisian yang gugur yakni Bripda Darmansyah, Bripda Hendrik Kusumo, dan Briptu Boas Woisiri pangkatnya akan dinaikkan satu tingkat.

Dibawa ke Cikeas

Jenazah Briptu Boas Woisiri tepat pukul 14.00 dilepas dari aula Soemarto Mako Brimob Kelapa Dua Depok. Tangisan keluarga mewarnai pelepasan jenazah. Prosesi pelepasan jenazah dimulai sekitar pukul 13.30 setelah ayah Boas, Carlos Woisiri, tiba di persemayaman. Saat tiba di aula Mako Brimob, Minggu (7/3), Carlos yang didampingi dua orang sahabatnya langsung disambut oleh adik Boas.

Mereka menangis sambil berpelukan di halaman aula. Setelah itu Carlos langsung menghampiri jenazah Boas. Lima menit berada di hadapan peti jenazah, prosesi pelepasan jenazah dari keluarga dimulai. Penyerahan jenazah dari keluarga diwakili oleh JS Siboro. Kemudian disambut oleh pihak kepolisian, Wakil Kepala Korps Brimob Brigjen Pol Syarif Gunawan.

Jenazah langsung dimasukkan mobil jenazah dibawa ke Makam Kemulyaan, Taman Makam Polisi Berjasa, Cikeas, Bogor. Briptu Boas meninggalkan satu orang anak bernama Immanuel (6). Saat ini istrinya tengah mengandung anak keduanya berumur dua bulan.(K24,dtc-60) http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/03/08/101456/Teroris-Aceh-Lebih-Berbahaya-

Kisah Gelisah Para Pembersih Kota

Panas siang itu tidak membuat Sumiyati (41) berhenti menggerakkan sapu, Selasa (23/2). Kebersihan di sepanjang jalan sejak Stasiun Senen hingga pasar kue subuh menjadi tugas ibu tiga anak itu. Dengan seragam kuning, handuk kecil, dan topi yang menutup kepala, Sumiyati menyapu jalan sejak pukul 13.00. Pekerjaan baru tuntas selepas pukul 21.00. Dengan delapan jam kerja, Sumiyati bisa menyelesaikan dua kali bolak-balik di rutenya. Tidak lupa, sebuah tong sampah dengan roda diseretnya di sepanjang jalan untuk menampung daun rontok, sampah plastik, atau bekas dagangan pedagang asongan yang numpuk di jalan. Dalam sehari, dua gerobak penuh terisi sampah.

Risiko kerja Sumiyati tergolong besar karena jalan yang harus dibersihkan merupakan jalur ramai kendaraan. ”Kalau hampir terserempet, itu hal biasa. Apalagi, kalau sedang ada pikiran. Kadang tidak sadar, saya berdiri agak ke tengah jalan,” ucap Sumiyati yang setahun terakhir menjalani profesi ini.

Ketika ditemui, air mata Sumiyati berbaur dengan keringat yang membasahi wajahnya. Dia sedih mengingat sepuluh hari sebelumnya dia tidak bekerja lantaran sakit. Satu hari absen bekerja berarti kehilangan upah Rp 22.000. Padahal, setiap rupiah amat berarti bagi keluarga yang menggantungkan hidup sehari-hari kepada Sumiyati.

Acu (41), suami Sumiyati, tidak lagi bekerja setelah tiga kali becaknya diangkut aparat. Anak sulung mereka—yang setahun lalu putus sekolah kelas II SMA—baru mulai bekerja dengan upah Rp 300.000 per bulan. Anak kedua duduk di kelas IV SD dan yang bungsu berumur 5 tahun.

Hasil keringat Sumiyati digunakan untuk hidup berlima, termasuk membayar kontrakan di daerah yang dikenal dengan sebutan kawasan Gambreng, di Kecamatan Johar Baru, seharga Rp 200.000 per bulan. Hidup dengan uang yang terbatas membuat Sumiyati terbiasa dengan utang.

Kondisi serupa dialami Su’anah (55), penyapu jalan di kawasan Monas. Setiap hari, Su’anah diupah Rp 16.000. Untuk ongkos bus dari kontrakannya di Ciledug ke Monas, Su’anah harus merogoh Rp 5.000 sekali jalan. Artinya, Rp 10.000 sudah hilang di perjalanan setiap hari.

Bila rematik pada kedua kakinya kambuh, Su’anah harus mengeluarkan uang Rp 6.000 untuk membeli jamu asam urat, bahkan tiga kali berturut-turut. Tidak ada tambahan jaminan kesehatan bagi penyapu jalan. ”Kalau sakit sudah parah, ya terpaksa istirahat dulu di rumah,” ujar Su’anah.

Dua anaknya masih bersekolah, masing-masing kelas III SMA dan II SMA. Untuk biaya pendidikan seorang anak, ibu empat anak ini harus membayar Rp 100.000 per bulan. Belum lagi uang yang dibutuhkan untuk membayar kontrakan sebesar Rp 450.000 setiap bulan.

Anaknya yang tertua belum genap sebulan bekerja di Tanjung Priok. Pekerjaan untuk anak tertuanya itu diperoleh dari kebaikan hati seorang bapak yang kerap disapa Su’anah di Monas. Anak kedua bekerja di rumah makan dengan gaji yang cukup untuk dirinya sendiri.

Belas kasih orang

Sulit membayangkan, para penyapu bisa hidup dari upah mereka. Su’anah, misalnya, memprioritaskan upah yang diterimanya untuk makan dan sekolah anak-anaknya. Saat bekerja, dia makan dan minum dari belas kasih orang.

Bila ada demonstrasi besar, Pak Mandor menyediakan nasi untuk makan pagi dan sore hari. Hal serupa terjadi seusai perayaan Tahun Baru. Pada Tahun Baru, Su’anah juga mendapatkan tambahan uang Rp 15.000. Bonus ini diterima seiring dengan banyaknya volume sampah dibandingkan hari-hari biasa.

Di luar saat-saat itu, makan dan minum menjadi tanggung jawab para penyapu. Sering kali rasa lapar terpaksa ditahan karena belum ada rezeki hari itu.

Baik Su’anah maupun Sumiyati tidak pernah meminta-minta, tetapi kebaikan hati orang yang lewat di sekitar mereka membantu kehidupannya.

Seperti ketika Sumiyati tengah menyapu jalan, sebuah mobil berhenti di sisinya. Seorang remaja mengulurkan sekotak nasi kepada Sumiyati. Nasi itulah makan siang Sumiyati hari itu. Maklum, jatah makannya sudah termasuk upah yang diterima.

Begitu pula dengan Su’anah. Kebaikan hati orang yang berolahraga di Monas rezeki baginya. ”Uang di kantong sering enggak cukup buat makan atau sekadar beli minum. Kalau enggak ada orang yang ngasih, kadang saya juga tidak makan,” ucap Su’anah.

Keramahan hati Su’anah merupakan modal baginya meraih simpati orang-orang yang lewat. Saat lelah menghampirinya, Su’anah duduk di rerumputan sembari menyapa orang yang lewat. Beberapa di antara mereka sudah mengenal Su’anah dan kerap memberikan uang atau menjajankan minum atau makan. ”Ada juga polisi yang baik sama saya. Dia sering membelikan saya nasi,” katanya.

Tergantung perusahaan

Nasib Su’anah, Sumiyati, dan ribuan penyapu jalan lain di Jakarta sepenuhnya ditanggung perusahaan yang menyediakan jasa penyapu jalan. Oleh karena itu, upah harian yang diterima masing-masing orang juga berbeda. Dinas Kebersihan DKI Jakarta mencatat 5.333 pekerja lepas kebersihan pada akhir Desember 2008.

Memang ada 2.174 pegawai negeri sipil dan 141 pegawai tidak tetap di dinas kebersihan. Namun, mereka umumnya bekerja di dalam kantor walaupun ada pula yang terjun langsung menjaga kebersihan di DKI Jakarta. Adapun volume sampah yang dihasilkan tidak kurang dari 6.500 ton setiap hari. Jumlah ini bisa melonjak jika ada aktivitas di ruang publik. Sampah itu jadi tanggung jawab Su’anah, Sumiyati, dan teman-teman lainnya. Mereka rela merawat kebersihan di Jakarta kendati dengan balas jasa sebatas apa seadanya. http://megapolitan.kompas.com/read/2010/03/08/08335115/Kisah.Gelisah.Para.Pembersih.Kota

Minggu, 07 Maret 2010

DASAR-DASAR INTELIJEN (BAGIAN 2-SELESAI)

Oleh : Letjend (Purn) Z.A. Maulani

(Mantan Kepala BAKIN)

Tugas Intelijen adalah Pengabdian Mutlak Tanpa Pamrih


Kemampuan dan kualitas kinerja intelijen ditentukan oleh kehandalan dan kualitas dari sistem pendidikan dan pelatihan yang merupakan wujud upaya untuk menjadikan seseorang cakap dan matang melalui pembekalan kemampuan profesional dan pemberian pengalaman secara sistematik.


Pertanyaan :


Untuk menjadikan BIN sebuah lembaga intelijen yang profesional dengan kinerja yang profesional, bagaimana sistem rekrutmen calon-calon petugas intelijen kita?


Sisi kedua adalah efisiensi sistem pembinaan karier yang memungkinkan seseorang menjadi matang melalui pemberian pengalaman yang sistematik. Para master-spy dunia yang ada pada awalnya terbentuk dari para cantrik (apprentice). Melalui kedua sistem tersebut yang dibina secara serasi, bertahap dan berlanjut, para cantrik intelijen yang semula masih hijau dibangun keterampilan, kepercayaan diri, kemampuan, dan kepemimpinannya, dengan rajutan antara pelatihan kejuruan dan keahlian berbagai lika-liku seni intelijen dengan penugasan, dari tugas magang, tugas lapangan (field operative), lalu agen handler, kemudian middle analyst, sampai kepada senior analyst. Hasil dari itu semua akan melahirkan master-spy.


Pertanyaan :

  1. Bagaimana sitem pendidikan dan pelatihan professional baik yang berupa ‘in-house’ maupun ‘out-house training’ ?

  2. Bagaimana pola ‘tour of area’ dan tour of duty’ (mutasi dan promosi) para pejabat BIN ?


Akibat iklim politik yang serba tidak menentu, bidang pembinaan karier kepegawaiaan yang belum mengacu kepada prestasi, yang juga berlaku pada aparat intelejen, telah mengendala kaidah itu. Para petugas dan pejabat intelejen, terutama yang berasal dengan latar belakang non militer berdasarkan ketentuan pemerintah harus mengikuti ‘pendidikan karier’ berjenjang regular pegawai negeri, seperti SPAMA, SPAMEN, dan SPATI, untuk mengapatkan kenaikan jabatan yang mengandung juga kenaikan tanggung jawab, sementara sebagaimana dinaklumi, sistem pendidikan karier pegawai negeri tersebut tak ada sangkut pautnya sama sekali dengan peningklatan keterampilan profesionalisme intelijen yang seharusnya mereka peroleh dalam sistem pendidikan karir mereka. Sebaliknya, in-house training yang dilakukan oleh lembaga intelijen selama ini di bidang tradecrafts mereka ternyata tidak memiliki efek karier, belum mendapatkan pengakuan dari badan administrasi pembinaan kepegawaian negara, BAKN, kecuali sekedar sebagai credit points semata.

Sosok Intelijen


Bagian terpenting dari rangkaian pembinaan sumber-daya manusia untuk menjadikan seseorang sisik intelijen dalam rajutan pembinaan pendidikan dan pembinaan karier atas tadi bermula pada tahapan awal, yaitu recruitment.


Kekeliruan pada tahapan awal ini akan berdampak panjang. Pencarian bibit (talent-scouting) menjadi pengalaman penting dari usaha recruitment. Dari sederet panjang tuntutan yang mutlak ada pada tiap calon rekrut ialah integritas pribadi, loyalitas dan kemampuan profesional (professional competence).


Integritas pribadi merefleksikan sosok seorang yang jujur, dapat dihandalkan, satu kata dengan perbuatan, memikiki keberanian moral, adil dan bijaksana. Kesemuanya mutlak diperlukan, mengingat pekerjaan intelijen akan lebih banyak dilaksanakan dengan mengandalkan pribadi demi pribadi. Pengetahuan, analisis, dan laporan dari seorang sosok intelijen akan sangat tergantung pada judgement dari pribadi yang bersangkutan. Dengan kata lain, keberanian mengambil keputusan pada saat-saat kritis yang terkait erat dengan integritas pribadi seseorang.


Loyalitas menjadi tuntutan mutlak yang kedua. Loyalitas, atau kesetiaan, mengandung keteguhan akan komitmen seseorang kepada misi yang diembannya, kepada etika profesinya, kepada organisasinya, dan terutama kepada bangsa dan negaranya, diatas segala-galanya tanpa pamrih. Sosok dan lembaga intelijen tidak boleh menyimpangkan kesetiaannya kepada kelompok atau golongan, atau kepentingan-kepentingan sempit di luar kepentingan nasional.


Pertanyaan : Bagaimana mengawasi loyalitas para petugas intelijen dalam tugasnya kepada misinya dan sumpahnya?


Pengalaman keterlibatan badan-badan intelijen di masa silam dalam konflik-konflik yang bernuansa kepentingan kelompok dan politik aliran dari sejak awal sejarah republik sebagaimana dituturkan pada riwayat lembaga BRANI, KP V, PBI dan sebagainya, cukup menjadi pelajaran yang telah menorehkan trauma ke dalam tubuh bangsa, yang telah menjadikan badan-badan intelijen kita tidak terlepas dari trauma masa lalu, di mana sosok intelijen kerap cenderung memperlihatkan subjektifitas politik alirannya, primordialisme yang kental, sehingga tidak dapat menghindari diri dari perlibatan dengan kegiatan politicking dalam politik praktis.


BIN sebagai badan koordinasi intelijen negara, tidak peduli siapa pun yang memimpin dan kapan pun, pada dasarnya harus senantiasa terikat kepada misinya, yaitu menyampaikan informasi yang objektif dan faktual --pertimbangan tentang apa yang sepatutnya dilakukan atau tidak dilakukan-- kepada presiden/kepala negara dalam rangka mengamankan segala upaya untuk “melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahterahan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan keterlibatan dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.


Pertanyaan : Bagaimana usaha Kepala BIN untuk menjamin agar badan-badan intelijen kita, khususnya BIN, tidak menjalankan politik kelompok, politik aliran dan atau primodialisme, yang selama ini telah menjadi trauma besar di kalangan masyarakat Indonesia?


Kemampuan profesional menjadi syarat mutlak ketiga menuju terbinanya sosok intelijen yang profesional. Professionalisme tidak terbatas hanya pada penguasaan teknis dari trade-craft intelijen. Di dalamnya terkandung kewajiban dan kemampuan untuk menegakkan etika profesi yang menjadikan intelijen menjadi profesi yang disegani dan terhormat, bukan pekerjaan yang menimbulkan rasa takut dan jijik. Profesionalisme menuntut dalam kegiatan intelijen penghormatan kepada hukum dan ketentuan yang berlaku, hak-hak asasi manusia, nilai-nilai budaya yang ada, karena negara yang kita impikan bukanlah negara polisi (police state) atau negara kekuasaan (machts staat) yang kekuasaannya didukung oleh polisi rahasia semacam Kempetai, Gestapo, GRU, atau Stazei. Badan-badan intelijen fungsional, diharapkan oleh rakyat agar “berhenti melakukan hal-ihwal di luar fungsi dan misi intelijen, dan terutama dengan kegiatan yang menzalimi rakyat.” Jangan sampai berlaku pemeo, “sukses di semua bidang, terkecuali di bidang intelijen.”


(Catatan : Oleh karena itu dalam upaya melakukan profesionalisasi sosok intelijen, dalam rekrutmen calon petugas intelijen di luar tiga tuntutan dan persyaratan tersebut diatas, badan-badan intelijen strategis mensyaratkan tenaga didik serendah-rendahnya strata-1; berkepribadian hangat dan menyenangkan-bukan yang berpenampilan sangar; mudah dan enak bergaul dalam berbagai lingkungan ; menguasai paling tidak satu bahasa asing, yaitu bahasa inggris, dengan fasih; mampu membangun struktur berpikir logis dan analitik; serta mampu menyampaikannya secara jernih baik secara lisan maupun tertulis).


Menengok perkembangan intelijen ke belakang dan memandang gelagat perkembangan lingkungan dalam dan luar negeri ke masa depan, usaha untuk melakukan reposisi kedudukan dan peran intelijen dalam kehidupan negara merupakan langkah yang perlu dan harus diambil, dengan secara jujur berusaha menarik pelajaran dari masa lampau serta dari kekurangan-kekurangan objektif yang masih ada di masa kini.


Acuan missi intelijen di masa depan harus terkait dengan usaha untuk mendukung komitmen bangsa, yaitu turut mengamankan terbentuknya, 1) masyarakat madani yang demokratik; 2) yang menghormati supremasi hukum; 3) mendukung terbentuknya pemerintahan yang bersih; 4) serta menjunjung tinggi pluralitas bangsa dalam wujud penghormatan kepada perbedaan dengan tetap berada dalam pigura Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Pertanyaan : Untuk mewujudkan hal tersebut di atas, apakah Saudara Kepala BIN sepakat akan perlunya melegislasikan suatu ‘Undang-undang tentang Intelijen’, yang isinya menetapkan secara tegas tugas pokoknya (‘mission’), fungsi-fungsinya, bidang-bidang yang menjadi lahan garapannya, jenis tugas (‘tasks’) agar badan-badan intelijen kita tidak terjebak menjadi “polisi rahasia” yang bertentangan secara mendasar dengan prinsip negara kita sebagai negara hukum (‘recht-staat’); undang-undang itu perlu menetapkan kepada siapa ia bertanggung-jawab, bagaimana hubungannya dengan DPR, dari mana sumber alokasi anggaran belanja bagi lembaga intelijen, dan hal-ihwal yang berkaitan dengan tanggung-jawab administratif badan-badan intelijen.


Tantangan Baru – Cakrawala Baru


Tantangan masa depan bukan hanya berwujud ancaman fisik. Runtuhnya Tembok Berlin pada 1985 bukan hanya meniadakan dua kubu yang bersaing, yang nyaris akan meluluh-lantakkan dunia. Berakhirnya Perang Dingin dengan kemenangan blok Barat telah membuka pintu bendungan yang tak tertahankan, munculnya suatu fenomena baru, yakni globalisasi. Globalisasi, atau proses pensejagatan, terjadi berkat berlangsungnya revolusi dahsyat di bidang teknologi transportasi, telekomunikasi, dan informasi. Revolusi tersebut telah mengubah secara total konsep tentang ruang dan waktu. Dunia dibuatnya makin menciut. Kenichi Ohmae menyebutnya –a new borderless world– suatu dunia yang tidak lagi mengenal tapal-batas. 7) Tanpa tapal-batas gelombang informasi dalam era globalisasi mendorong proses uniformisasi umat manusia. Uniformisasi itu terutama berkiprah dalam visi dan aspirasi, seperti tampak pada gerakan perjuangan untuk menghormati hak-hak asasi manusia, demokratisasi, hidup yang lebih ramah lingkungan. Terhadap gejala uniformisasi tampak gerakan regionalisme yang kini tumbuh bak cendawan di musim hujan dan kian menguat, di Amerika Utara, Eropa, dan Asia (Timur, termasuk Tenggara), serta munculnya entitas non-negara yang ditujukan untuk kerja-sama ekonomi seperti WTO, APEC, ASEM, dan sebagainya.


Gejala yang memerlukan kewaspadaan dalam uniformisasi ini ialah terbentuknya entitas non-negara, di mana yang terpenting adalah menguatnya kesadaran kesetia-kawanan diaspora etnis Cina secara mondial maupun regional, yang kini bangkit menjadi kekuatan ekonomi dunia yang harus diperhitungkan. Di negara-negara tepian Pasifik, di luar RRC dan Taiwan, jumlah etnis Cina yang hanya 25 juta jiwa memiliki pendapatan 30 triliun dolar setahun, yang berarti delapan kali lipat GDP Cina Daratan yang berpenduduk 1,3 milyar jiwa.


Jaringan etnis Cina perantauan tersebut sangat rumit, terdiri dari jaringan-di-dalam-jaringan, baik jaringan berdasarkan she (marga), perkongsian, maupun negara, dimana mereka bertempat tinggal, yang terkait rumit satu dengan yang lain. Sudono Salim masih salah seorang ketua organisasi dari she Lim sedunia. Bersama-sama dengan Mochtar Riyadi keduanya menjadi anggota dewan penasehat dari perhimpunan etnis Cina perantauan sedunia yang bermarkas-besar di Chinese Heritage Center Singapura.


Dalam hubungan ini Lee Kuan Yew, menteri senior Singapura, dan para pemimpin Singapura, mengidap impian menjadikan Singapura sebagai ibukota para Hoa Xiao di dunia. Ketika terjadi Tragedi Mei 1998 menjelang tumbangnya Presiden Suharto, kerusuhan besar yang menimpa etnik-Cina di Jakarta, adalah Singapura yang paling kencang suaranya mengecam Indonesia dalam rangka memberikan kesan Singapura sebagai negara yang paling peduli dengan nasib etnik Cina Hoa Xiao.

Lalu apa kaitannya dengan solidaritas diaspora etnis Cina ini? Kekuatan duit mereka. Siapa saja yang ingin berpolitik butuh duit. Tetapi juga sebaliknya, duit menjadi basis dari kekuatan politik. Artinya, sewaktu-waktu kepentingan ekonomi dan atau keuangan dari kelompok etnis Cina perantauan terancam di salah satu atau beberapa negara klien, sudah dapat dipastikan akan ada reaksi berupa ramifikasi politik. Terpuruknya moneter, ambruknya perbankan, dan rusaknya ekonomi Indonesia, merupakan salah satu contoh dari kekuatan sistem senjata ekonomi. Tumbangnya rejim Orde Baru bukan karena ada divisi berlapis-baja menggelinding di jalan-jalan Thamrin atau Sudirman di Jakarta, atau penerjunan pasukan payung di lapangan Monas, atau berjatuhannya peluru-kendali di Cilangkap. Presiden Soeharto tumbang karena jatuhnya nilai rupiah, yang membuka pintu kepada krisis moneter dan kemudian ekonomi yang akut. Minat intelijen nasional harus disesuaikan dan dilebarkan antara lain dengan adanya tantangan berupa ancaman baru tersebut.


Duit juga menjadi faktor kuat yang mempengaruhi perumusan kebijakan nasional. Dalam hal ini contoh konkrit adalah ketika melalui tokoh-tokoh Hoa Xiao seperti Tong Joe, Tommy Winata, dan James Riyadi, Presiden Megawati mengeluarkan kebijakan R & D (Release and Discharge), kepada para obligor yang pada umumnya adalah konglomerat keturunan Cina yang melarikan diri ke Singapura, pembebasan dari kewajiban mengembalikan hutang-hutang mereka yang mencapai angka sampai 170 trilyun rupiah yang berasal dari Kredit Likuiditas Bank Indonesia (KLBI) bermasalah. Bersama dengan penjualan Indosat kepada Singapura Telecommunications, dan keputusan untuk menaikkan tarif bahan bakar minyak (BBM), listrik dan telepon, kesemuanya telah menjadi pemantik demonstrasi-demonstrasi besar-besaran yang dilancarkan oleh mahasiswa, pemuda, buruh, pengusaha, kaum miskin dan ibu-ibu rumah tangga di Jakarta pada awal Januari 2003.


Kemudian masalah lain yang memerlukan perhatian adalah runtuhnya imperium Uni Sovyet pada tahun 1989 yang telah menampilkan Amerika Serikat sebagai satu-satunya super-power di dunia. Menanggapi peristiwa tersebut Amerika Serikat telah memutuskan untuk mempertahankan dan meningkatkan peran tersebut sebagai pemimpin dunia yang dipandangnya “lebih efektif ketimbang pemimpin Perserikatan Bangsa-bangsa.” Untuk itu, berdasarkan doktrin Bush yang disampaikan di depan kongres Amerika Serikat pada tanggal 20 september 2002, di dalam dokumen sebanyak 31 halaman derngan berjudul “The National Security Strategy of United States of Amerika”, Amerika Serikat harus meningkatkan upaya untuk memperluas kehadiran militer Amerika Serikat ke seluruh kawasan Eropa dan Asia, dengan membangun pangkalan yang semula hanya ada di 120 negara, diperluas menjadi 160 negara, untuk menjamin kedudukan dan peran White Americana, perannya sebagai pemelihara perdamaian dunia di bawah kekuaaan Amerika Serikat untul mengamankan kepentingan itu Amerika Serikat membentuk sebuah organisasi super-intelligence bernama ‘Proaktive Pre-Empitiv Organization Group’ (P2OG), dengan tugas melakukan operasi-operasi intelijen atas dasar ‘Pukul dahulu urusan belakang’. Prinsip ini sesuai dengan ancaman presiden Bush kepada semua negara, “if you’re not with use, you’re against us” (kalau tidak mendukung kami, anda adalah musuh kami). Serangan Bom Bali pada 12 Oktober 2002 dan Makasar pada 6 Desember 2002 merupakan bentuk dari kampanye intelijen proactive yang baru dari Amerika Serikat sebagaimana kata Menteri Pertahanan Donald Rumfield operasi semacam itu berjuang untuk memancing keluarnya ”tikus-tikus muslim radikal dari sarangnya.


Peran Intelijen Asing Di Indonesia


Makin meningkatnya operasi intelijen asing, terutama intelijen Barat di Indonesia, terlihat dengan munculnya propaganda hitam di situs internet TIME.com edisi 17 September 2002, yang menurunkan berita menarik tentang Omar Al-Faruq, sebagai awal dari suatu operasi intelijen yang sistemik untuk mengubah Indonesia tidak lagi menjadi “Mata rantai paling lemah di Asia Pasifik dalam rangka upaya memerangi jaringan terorisme international”. Munisinya adalah tentang hadirnya gerakan islam fundamentalis yang digerakkan oleh suatu organisasi, Jama’ah Islamiyah, yang gerakannya oleh kaum fundamentalis muslim warga negara Indonesia untuk mendirikan “super-state” Islam di Asia Tenggara. Tujuan akhir dari kampanye intelijen ini adalah untuk menguasai negeri dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Kampanye anti-terorisme Amerika Serikat di Indonesia seluruhnya hanya didasarkan pada pengakuan Al-Farouq segera diikuti dengan pernyataan-pernyataan yang sifatnya menekan Indonesia dari para proxy Amerika, seperti “sheriff Amerika” John Howard dari Australia, “jurubicara” menteri senior Singapura Lee Kuan Yew, yang menuduh melalui majalah the Far Eastern Economic Review Hongkong, bahwa ada “ratusan gerakan Islam radikal di Indonesia yang berpotensi sebagai organisasi teroris.” Pernyataan Lee Kuan Yew itu menggebyah-uyah semua organisasi kemasyarakatan (ormas) Islam di Indonesia adalah organisasi teroris.

Konon menurut CIA Al-Faruq adalah tokoh kakap Al Qaedah di Asia Tenggara yang berhasil diciduk, dikesankan sebagai prestasi terpenting CIA di Asia Tenggara. Mengapa? Karena ia dinyatakan sebagai tangan kanan Usamah bin Ladin, yang mendapat tugas untuk mengkoordinasikan gerakan Islam radikal di Asia Tenggara. Ia tokoh penting terutama dengan kegiatan untuk mendirikan sebuah “super-state” Islam di Asia Tenggara. Ia disebutkan banyak menjalin hubungan drngan tokoh-tokoh Islam radikal Indonesia, antara lain dengan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, pemimpin pondok pesantren Al Mukmin, Ngruki, Solo. Ia juga adalah Amir Majelis Mujahidin Indonesia, yang dituduh sebagai “sayap” Al Qaedah di Indonesia.


Dalam dokumen CIA itu ada banyak nama Arab tokoh-tokoh Al-Qaedah yang berada dalam jaringan korespndensi Al Farouq. Antara lain, ada nama-nama Dr. Ayman Al Zawayhiri dan Mohammad Atef. Kedua tokoh puncak Al Qaedah itu dilaporkan pernah mengujungi Poso dan Ambon pada tahun 2000, dua tempat bergolak yang oleh CIA dituduh akan dijadikan sebagai basis baru Al Qaedah, sebagai Afghanistan kedua.


Dari laporan-laporan CIA yang dibocorkan melalui media massa, Amerika Serikat ingin membangun kesan bahwa jaringan Al Qaedah di Indonesia merupakan serius. Laporan itu juga mengatakan Al Qaedah berhasil membangun sebuah “kamp latihan militer” di Poso. Selain Poso ada tiga buah lagi di Kalimantan, antara lain sebuah di Balikpapan. Tanggal 18 Januari 2002 melalui juru bicara BIN Muchyar Mara mengulang kembali bahwa di Poso ada pusat kamp pelatihan teroris Islam meski berkali-kali dibantah oleh pejabat setempat.


Sekedar sebaagai contoh, pusat latihan militer kaum Islam radikal di Kalimantan yang disebut-sebut dalam laporan CIA itu ternyata pondok pesantren Hidayatullah, yang ada di desa Gunung Tembak, Balikpapan. Kampus pondok pesantren Hidayatullah itu terdiri dari suatu hamparan seluas 30 hektar dengan bangunan masjid, gedung pertemuan unum, ruang belajar, bedeng-bedeng perbengkelan mesin dan alat-alat pertanian, hamparan lahan ladang tempat para santri praktek bertani, sebuah danau buatan yang asri sebagai reservoir air bagi kawasan desa Gunung Tembak, dan asrama bagi santri putra maupun putri serta kawasan perumahan para ustadz. kawasan ini, karena design lengkapnya, pernah mendapatkan penghargaan Kalpataru karena jasa-jasa Hidayatullah mengubah tanah gersang di sana menjadi lahan subur.


Bertetangga dengan pesantren Hidayahtullah di desa Mandar berdiri tegak pangkalan Yonif 600 Lintas-Udara, pasukan cadangan pemukul dari Kodam VI/Tanjungpura, dan agak ke selatan lagi berdiri basis kompi Kopasgat TNI AU yang bertugas mengamankan kawasan bandara internasional Sepinggan, Balikpapan. Di antara pangkalan-pangkalan ini dengan pesantren, yang dahulunya hanyalah hutan dan semak belukar, berkat bimbingan pesantren Hidayatullah. Itulah “pusat latihan militer” di Balikpapan menurut versi CIA.

Pertanyaan : bagaimana keterrangan dari kepala BIN tentang informasi tentang adanya kamp-kamp latihan kaum teroris di Poso dan Kalimantan yang dinyatakan oleh juru-bicara BIN Machya Mara?


Yang termasuk dalam daftar “wanted”- orang yang dicari di Indonesia menurut versi Amerika Serikat kalau diteliti ternyata adalah mereka yang turut memperjuangkan berlakunya syariat islam di Indonesia. Sebagai contoh, Agus Dwi Karna yang bersama-sama Tamsil Linrung mestinya sudah dibebaskan oleh pengadilan Manila, ternyata keputusan itu dicabut kembali dan tidak berlaku bagi Agus Dwi Karna, karena dia adalah ketua dari Laskar Jundullah, organisasi yang bernaung di bawah “panitia persiapan pelaksanaan Syari’at Islam Sulawesi Selatan”. Dosa dari ustadz Abu Bakar Ba’asyir, karena ia menyatakan mendukung gagasan ”berlakunya syari’at Islam bagi para pemeluknya” di Indonesia. Sebenarnya Agus, ustadz Ba’asyir, tidak sendirian. Banyak orang Indonesia dan bahkan beberapa Partai politik di Indonesia, masih terus memperjuangkan gagasan berlakunya syari’at Islam ”bagi para pemeluknya” di Indonesia, dan aspirasi itu sudah menjadi publik dan legal-konstitusional sejak bulan Juni 1945 dalam debat-debat terbuka di sidang Dokuritsu Zyoonbi Choosa-kai, kemudian di sidang konstituante pada tahun 1959, dan terakhir di sidang MPR 1999. Jadi apa salah mereka? Dan sampai dengan hari ini gagasan pemberlakuan syari’at Islam “bagi para peneluknya” di Indonesia masih menjadi wacana terbuka di tengah-tengah publik di Indonesia.


Pertanyaan :Sampai dengan hari ini pihak kepolisian belum juga berhasil mengungkapkan bukti-bukti keterlibatan dari Al Ustadz Abu Bakar Ba’syir dengan kegiatan terorisme sebagaimana yang dituduhkan oleh pihak keamanan selama ini. Bagaimana keterangan dari kepala BIN tentang tuduhan terhadap Al Ustadz Abu Bakar Ba’syir yang hanya berdasarkan testimoni tunggal ’in absentia’ dari seorang tokoh Omar Al-Faruq?


Pada tanggal 12 Oktober 2002 pukul 23.05 sebuah ledakan bom di Bali yang begitu dasyat, konon dilihat dari jumlah korban yang jatuh adalah yang kedua terbesar sesudah serangan terhadap gedung WTC New York. Bom yang meledak di depan Sari Night Club menewaskan 184 jiwa mencederai berat dan ringan 300-an orang, seratusan lagi hilang, menghancurkan atau merusak 47 buah bangunan, dan membakar seratusan kendaraan berbagai jenis.


Para pengamat dan para ahli demolisi pada umumnya berpendapat bahan-ledak yang digunakan di pantai Legian-Kuta itu bukan dari bahan konvensional. Tim investegasi gabungan Polri dan Australia berusaha melunakkannya dengan menyebutkan bahwa bahan ledaknya, yang semula dikatakan dari bahan C-4, kemudian diturunkan menjadi RDX, kemudian di turunkan lagi menjadi HDX, kemudian TNT, lalu bahan ledak yang diimprovisasi dari bahan pupuk dan akhirnya dari bahan karbit. Ada kesan perubahan keterangan tentang bahan-ledak agaknya dimaksudkan untuk meniadakan tudingan bahwa bom itu ulah dari kekuatan luar.


Ledakan bom Bali itu harus dibaca sebagai coup de grace kepada Indonesia yang melengkapkan hegemoni Amerika Serikat di Asia Tenggara. Bom Bali sengaja dibuat sedemikian hebatnya, bukan termasuk kategori bom lokal agar gaungnya mengglobal, sebagai pretext bahwa bangsa dibelakang peledakan itu adalah Muhammad Khalifah, adik-ipar Usamah bin Ladin, dari Al Qaidah. 8)


Ketika Presiden Bush mengancam negara-negara termasuk Indonesia dengan dalil “If you not with us, you’re against us”, ancaman itu tidak menyisakan alternatif lain, kecuali “ikut, atau menjadi musuh Amerika”. Terima wortel atau mau pentungan. Kebijakan satu arah semacam itu tidak membuka peluang bagi negara lain untuk mengembangkan politik nasional yang netral, politik yang bebas-aktif. Sikap Amerika itu telah menjadi ancaman terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan nasional Indonesia selama ini yang bebas dan berkedaulatan baik dalam pengembangan kebijakan dalam-negeri, luar-negeri maupun keamanan, yang tidak selalu searah dengan selera Amerika Serikat. Seorang Indonesianis, Daniel Lev, memberikan saran kepada pemerintah Indonesia, agar tidak terseret pada kepentingan asing jangka-pendek, dan lebih baik memberikan perhatiannya kepada kepentingan nasional Indonesia jangka-panjang.


Menghadapi dilema seperti itu, maka tidak ada pilihan lain bagi pemerintah dan badan intelijen nasional kita kecuali melaksanakan tugasnya dengan tetap mengacu kepada amanah konstitusi, “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.” [SELESAI]

DASAR-DASAR INTELIJEN (BAGIAN 1)

Oleh : Letjend (Purn) Z.A. Maulani

(Mantan Kepala BAKIN)

Pengertian Dasar


Intelligence is knowledge, demikian secara generik menurut kamus. Jargon militer mengartikan – intelligence is foreknowledge. – kemampuan “weruh sadurunge winarah”. Meski intelijen diharapkan weruh sadurunge winarah, tatkala garis pertahanan Bar Lev Israel di Gurun Sinai hancur berkeping-keping pada ofensif Oktober 1973 oleh serbuan yang mendadak dari jenderal Sazely dalam Perang Ramadhan, orang hampir-hampir tidak bisa percaya bahwa badan intelijen Mossad yang legendaris itu ternyata tidak memiliki kawruh akan adanya ofensif di hari raya Youm Kippur sesuai dengan reputasinya yang digembar-gemborkan selama ini.

Ceritera tentang intelijen yang tertangkap basah, yang diperdaya oleh lawannya, yang bobol, bukan hanya dialami oleh Mossad dan Aman (badan intelijen pertahanan Israel) yang konon sakti mandraguna, tetapi dialami juga oleh badan-badan intelijen kondang dunia betapa pun handal dan canggihnya.

Sejarah keberhasilan yang legendaris dari raid “Tora, Tora, Tora” oleh sayap udara dari armada Kekaisaran Jepang yang melibas habis kapal-kapal armada pasifik Amerika Serikat di Pearl Harbour pada bulan Desember 1941 dan menjadi pemantik Perang Pasifik, merupakan suatu operasi intelijen yang mempermalukan Amerika yang sungguh sangat monumental. Kejadian sedemikian tetap berulang berkali-kali, bahkan di penghujung abad ke-20 ini ketika badan-badan intelijen sudah makin sophisticated.

Ketika menjelang Natal pada 24 Desember 1979 sembilan divisi Uni Soviet, yang terdiri dari divisi berlapis baja ke-5, ke-54, ke-103, ke-104, lalu divisi mobil udara ke-105, serta divisi infanteri bermotor ke-66, ke-201, ke-357 dan ke-360, terdiri tidak kurang dari 45.000 orang prajurit melancarkan serbuan besar-besaran menyeberangi perbatasan Tajikistan menyerbu dan menduduki Afganistan, tiga badan intelejen Amerika Serikat paling canggih –-CIA, DIA (Defense Intelligence Agency) dan NIA (National Intelligence Agency)-– yang diawaki dengan personil yang paling terlatih dan paling berpengalaman, diperlengkapi dengan sarana penyadap elektronika dan pemantau satelit yang mampu mengawasi tiap jengkal permukaan bumi pada tiap saat, tiba-tiba saja oleh keberhasilan pendadakan itu tampak menjadi badan-badan intelijen paling konyol di dunia. Harap diingat, sembilan divisi bukanlah jumlah kekuatan yang kecil yang begitu saja dapat lolos dari pengamatan.1)

Contoh lain lagi. Ofensif Argentina pada tanggal 2 April 1982 terhadap kepulauan Falkland, atau Malvinas kata orang Argentina, adalah juga ceritera nyata betapa sebuah lembaga intelijen paling bergengsi seperti MI-6 Inggeris tertangkap basah tidak mampu mengantisipasi serangan dadakan tersebut sebelumnya. Jadi, badan-badan intelijen, yang paling canggih, paling berpengalaman, dan paling bergengsi seperti Mossad, CIA, MI-6, bahkan KGB sekalipun, ternyata bukanlah lembaga-lembaga dewa yang serba tahu dan serba bisa. Bahwa intelijen sebagai lembaga harus mampu menjalankan empat fungsi utamanya, yaitu –-to anticipate, to detect, to identify, and to forewarn-– secara mumpuni, memang itulah yang diharapkan.

Maka dari itu, ketika Pemerintah Orde Baru pada waktu yang lalu menginstruksukan untuk membangun “posko-posko kewaspadaan” guna mengantisipasi terhadap berbagai kemungkinan adanya dadakan kerusuhan sosial, perintah semacam itu tak pelak lagi merupakan suatu sindiran gaya Jawa terhadap komunitas intelijen, terutama dalam menjalankan keempat fungsi utama yang disebutkan di atas tadi. Kalau tidak, untuk apalah pula “posko-posko kewaspadaan” itu, meski kelemahan itu tidak terletak sebagai tanggung jawab badan-badan intelijen an sich. Dalam hal ini aparat pemerintah lainnya perlu diperiksa juga akan peran dan tanggung jawabnya, terutama berkenaan dengan efektivitas dari intelijen fungsional. Sehubungan dengan intelijen tersebut, tokoh guru peperangan gerilya Che Guevara memperingatkan dari dalam belantara Colombia, bahwa “informasi akan mengalir ke arah ke mana simpati rakyat diberikan.“ Barangkali kaidah besi ini harus menjadi peringatan bagi badan-badan intelijen kita juga.

Dari contoh-contoh di atas tadi, kenyataan empirik memperlihatkan kelemahan-kelemahan alamiah memang akan terus melekat pada badan-badan intelijen kapanpun dan dimanapun, karena kelemahan yang bersifat manusiawi. Kelemahan itu dapat bersifat struktural (artinya, bisa diperbaiki), bisa kultural (sulit diperbaiki). Meski dengan segala kemungkinan akan kelemahan yang ada, yang dapat membatasi kemampuannya, fungsi intelijen sejak zaman dahulu kala telah telah diakui menduduki peran yang menentukan. Sun Tzu (250 s.Masehi) telah menetapkan adagiumnya yang terkenal “Ketahui musuhmu, dengan mengetahuinya sudah separuh dari kemenangan”.2)

Intelijen – Profesi untuk Hanya Seorang Klien

Intelijen memiliki watak sebagai a professional with one client --profesi yang mengabdi hanya kepada seorang klien. Istilah tersebut mencerminkan bukan sekedar keunikan intelijen, tetapi juga keterkaitan berbagai perannya dengan fungsi-fungsi dari sekuriti nasional. Paling tidak ada enam fungsi-fungsi yang mengalir dari aspek sekuriti nasional. Fungsi-fungsi dari sekuriti nasional itu adalah :

  1. Membina kepastian hukum (legal surety);

  2. Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat (civil order);

  3. Menegakkan hukum secara paksa (law enforcement);

  4. Membangun kemampuan pertahanan (defence capability);

  5. Melindungi masyarakat dari berbagai bencana, baik karena alam, kelainan, maupun kesengajaan (public safety from disasters); dan yang terakhir,

  6. Memelihara keamanan negara (state security);

yang masing-masing memiliki ciri-ciri masalah dan ancamannya sendiri-sendiri.3)

Karakterisasi ancaman menuntut adanya spesialisasi penanganan masing-masing. Spesialisasi intelijen terhadap fungsi-fungsi dari sekuriti nasional tersebut dimanifeskan ke dalam crime and law enforcement intelligence, yang dilaksanakan oleh badan intelijen kepolisian (seperti FBI, Spesial Branch, Intelpol, dsb). Fungsi berikutnya, yakni defence intelligence, dilaksanakan oleh badan badan intelijen pertahanan, mulai yang terbatas pada lingkup intelijen daerah pertempuran (combat intelligence) sampai kepada intelijen yang berlingkup strategis. Kemudian oleh berbagai intelijen yang ditujukan untuk melindungi masyarakat (intelligence for public protection) dari berbagai wujud bahaya yang tanggung-jawabnya dilaksanakan oleh departemen terkait (mulai dari lembaga pengawasan kegiatan vulkanologi, pengendalian banjir, penanggulangan kenakalan remaja, narkotika dan uang palsu, sampai kepada pengawasan lalu-lintas orang asing, dsb) serta untuk perlindungan kepentingan nasional yang lebih luas, yang mencangkup bidang politik, ekonomi, keuangan, sosial-budaya, serta keamanan sosial, yang dilaksanakan oleh badan-badan intelijen nasional (NIA, MI-6/5, BIN, dsb)


Pertanyaan :

  1. Berapa luas dan lingkup wewenang dan tanggung jawab dari BIN?

  2. Apa saja fungsi dari BIN?

Meski ada spesialisasi pada berbagai badan intelijen untuk beragam kepentingan tersebut, sebagai realisasi fungsi-fungsi sekuriti nasional pada berbagai tingkat dan wujudnya, kepentingan-kepentingan ini tetap memiliki keterkaitan satu dengan yang lain.

Oleh karena itu, peran dan fungsi koordinasi antar badan-badan intelijen yang ada itu tidak saja tidak boleh dinafikan, bahkan secara fungsional merupakan kebutuhan yang wajib dilakukan. Hambatan dan kelemahan utama dari badan-badan intelijen justru terletak pada fungsi koordinasi ada take and give dan prinsip intelijen tentang pemberian informasi hanya kepada mereka yang memang mutlak harus tahu (need to know basis), turut mengendala proses koordinasi. Masalah lain adalah menetapkan “siapa yang memang perlu tahu”. Kendala lain terhadap koordinasi, yang turut menentukan, lebih bersifat kultural, yaitu faktor subyektif dari badan-badan intelijen –persisnya tokoh-tokoh-- yang terlibat. Faktor gengsi misalnya.

Koordinasi adalah kegiatan tukar-menukar keterangan mengenai masalah-masalah yang “tidak jelas” atau “tidak diketahui” atau “perlu diketahui bersama”. Sementara kaum intelijen adalah sosok yang acapkali harus menampilkan kesan yang serba tahu. Oleh karena itu untuk menghindari embarrassment akan hal semacam itu, banyak bos-bos intelijen yang sebenarnya memerlukan exchange of notes, konsultasi, atau koordinasi dalam rangka memerlukan informasi yang ada di tangan mereka, acap kali merasa enggan dan kalaupun terpaksa, cukup mengirim wakil dari eselon rendahan saja, yang biasanya tidak memiliki mandat untuk memutuskan sesuatu.

BIN yang di dalam fungsinya menyandang fungsi mengkoordinasikan kegiatan intelijen pada lingkup nasional dikabarkan mengalami kesulitan dalam menjalankan fungsi koordinasinya di antara badan-badan intelijen yang ada.

Pertanyaan : Apa kendala yang menyebabkan kesulitan dalam menjalankan fungsi koordinasi oleh BIN terhadap badan-badan intelijen lain?

Lalu, rivalitas (persaingan) yang inheren atau melekat di dalam tubuh berbagai badan-badan intelijen menjadi faktor lain lagi yang mengendala usaha koordinasi dan sinkronisasi dalam rangka mengefisienkan kegiatan badan intelijen yang ada. Berbeda dengan kompetisi (yang juga berarti persaingan dalam bahasa indonesia), di mana di dalamnya perjuangan merebut prestasi dilaksanakan tanpa merugikan pihak-pihak yang bersaing, rivalitas adalah persaingan yang kadangkala tanpa perlu memperebutkan prestasi, justru bertujuan untuk menimbulkan kerugian pada pihak pesaing lainnya. Rivalitas adalah permainan zero-sum-game. Keadaan yang merugikan ini bias bertambah parah bila penguasa politik menggunakan rivalitas itu untuk power balancing penguasa. Ciri dari sistem demikian, berbagai kelompok kepentingan bertarung untuk memperebutkan kedekatan atau untuk memperoleh favorit dari penguasa.

Untuk beberapa waktu lamanya badan-badan intelijen di Indonesia, tanpa perkecualian, tidak lain hanyalah instrumen untuk mencapai kepentingan politik. Badan inteljen yang bekerja secara professional untuk single client organization yang pernah ada adalah BRANI (Badan Rahasia Nasional Indonesia), dari tahun 1945 sampai 1950.

Lembaga intelijen Indonesia yang pertama, Badan Istimewa BKR, disusun setelah selesainya penyelenggaraan Pendidikan Penyelidik Militer Khusus dibawah Letnan Kolonel Zoelkifli Loebis, yang menjadi kepala Tjabang Chusus (staf intelijen) BKR (Badan Keselamatan Rakyat). Badan Istimewa BKR diresmikan pada tanggal 6 Oktober, 1945 di Cileungsi, Bogor, sehari setelah pemerintah meresmikan BKR sebagai badan keamanan dari Republik yang baru lahir. Ketika ditanyakan tentang hal itu Zoelkifli Loebis menyatakan tidak ingat lagi kapan Badan Istimewa BKR itu diresmikan. “Saya tidak ingat tanggal pembentukannya. Yang jelas sesudah 17 Agustus 1945 dan sebelum 5 Oktober 1945,” ucap bapak intelijen Indonesia ini. 4)

Letnal Kolonel Zoelkifli Loebis merekrut 40 orang opsir PETA mantan lulusan Seinen Dojo (Pusat Pelatihan Pemuda), yang kemudian diikutkan dalam pelatihan intelijen oleh Zanchi Yugeki-tai (Satuan Intelijen Bala Tentara Ke-16) sebagai kader intelijen. Latihan para kader intelijen itu hanya berlangsung tidak lebih dari seminggu lamanya, ditekankan terutama pada intelijen lapangan dan teritorial, seperti pengumpulan informasi militer, sabotase dan perang urat saraf. Tenaga pelatihnya terdiri dari para perwira dari badan intelijen Jepang Sambobu Tokubetsu-han (Beppan), seperti Letnan Yanagawa, Letnan Tsuchiya, Letnan Yonemura dan seorang muslim Jepang Abdul Hamid Nobuharu Ono, yang dikenal dekat dengan perwira-perwira BKR, Selain Zoelkifli Loebies sendiri yang pernah bertugas sebagai perwira intelijen di Singapura.5) Ketika pusat pemerintahan publik dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta, Badan Istimewa BKR diubah namanya menjadi BRANI (Badan Rahasia Nasional Indonesia) yang secara administratif menginduk ke Kementerian Pertahanan dan secara operasional memiliki akses langsung kepada Panglima Besar Soedirman dan Presiden Soekarno. Pemimpinnya tetap Zoelkifli Loebis. BRANI melanjutkan melakukan pelatihan terhadap beratus pemuda dalam rangka membentuk FP (Field Preparation).

Tugas FPI itu macam-macam, seperti sabotase, propaganda dan perang urat saraf, penggalangan perlawanan terhadap Belanda, menyusup ke daerah lawan, hingga penyelundupan senjata. “Pokoknya, kami ini intelijen tempur sekaligus teritorial” ujar Letnan Jendral Soetopo Joewono, mantan kepala BAKIN yang menjadi anggota BRANI.6) Untuk mendukung kepentingan politik, misi BRANI kemudian tidak terbatas pada intelijen militer saja, tetapi diperluas kepada intelijen politik dan strategis.

Pada masa Amir Sjarifoeddin menjadi perdana menteri pada April 1947 lembaga intelijen ini dirombak menjadi KP V (Kementerian Pertahanan V). Satuan-satuan intelijen yang berada di luar struktur militer, yakni yang berada di bawah kepolisian dan kejaksaan pada masa sebelum perang, dimasukkan kedalam jajaran kementerian pertahanan pada staf yang berbeda. Seksi-A (bekas BRANI) diserahkan di bawah kepemimpinan Kolonel Abdoerahman, orang kepercayaan Amir Sjarifoeddin, sedangkan Zoelkifli Loebis menjadi wakilnya. Amir Sjarifoeddin dan Abdoerahman kemudian hari terlibat dalam Peristi Pengkhianatan PKI di Madiun pada 1948.

Setelah perang kemerdekaan usai, ketika Pemerintah Republik kembali ke Yogya, KP V dibubarkan dan sebagai gantinya dibentuk intelijen Kementerian Pertahanan (IKP). Di bawah menteri pertahanan Sri Sultan Hamengkubuwono IX, dalam posisi sebagai kepala IKP, Zoelkifli Loebis membentuk BISAP (Biro Informasi Angkatan Perang), yang bertugas menyiapkan informasi strategis kepada menteri pertahanan dan pimpinan militer.

Setelah terjadi peristiwa 17 Oktober 1952 IKP “digembosi”. Peran intelijen pada lingkup nasional dilakukan oleh SUAD-I. Pada tahun 1959 Presiden Soekarno membentuk sebuah badan intelijen baru di tingkat nasional, Badan Pusat Intelijen (BPI), yang dipimpin langsung oleh menteri luar negri Soebandrio. Dibawah kepemimpinan Soebandrio, BPI dimanipulasi dan dimanfaatkan oleh kaum komunis dan simpatisannya. BPI menyusup ke dalam Departemen Hankam, Komando-Komando Militer, dan badan-badan pemerintahan lainnya untuk tugas mengamati lawan-lawan politik Presiden Soekarno. Untuk pertama kali sebuah badan intelijen seperti BPI secara sengaja diarahkan dan digunakan sebagai sebuah instrumen politik dengan tugas khusus untuk mengawasi dan menghabisi lawan-lawan pemerintah seperti yang lazim berlaku di negara-negara yang bercorak otoriter.

Dengan tumbangnya kekuasaan Presiden Soekarno, dan bangkitnya Rezim Orde Baru pada tahun 1965, BPI dibubarkan.sebuah badan intelijen baru dibentuk, yaitu Komando Intelijen Nasional (KIN) pada tahun 1966, tetapi sebelum berusia setahun KIN dibubarkan dan digantikan oleh BAKIN (Badan Koordinasi Intelejen Negara) di bawah pimpinan Kolonel, kemudian Letnan Jenderal Yoga Sugama. Presiden Soeharto tidak sepenuhnya percaya dan menyandarkan dirinya pada BAKIN. Ia membentuk sebuah jaringan Intelijen lain sebagai saingan BAKIN di bawah kendali mayor Jendral Ali Murtopo dengan Operasi Khusus (Opsus)-nya, di luar pengetahuan Bakin maupun staf intelijen Departemen Pertahanan Keamanan/Markas Besar ABRI, serta komando pemulihan keamanan dan ketertiban (Kopkamtib) yang ada pada waktu itu. Dalam melaksanakan tugas intelijennya Ali Murtopo bertanggung jawab langsung kepada Presiden Soeharto. Selain itu di luar Opsus, Presiden Soeharto masih membentuk dan mengendalikan jaringan intelijennya sendiri.

Ali Moertopo merupakan tokoh kepercayaan Presiden Soeharto sejak tahun 1948. Ia adalah tokoh yang dikirimkan oleh Mayor Jenderal Soeharto, Panglima Kostrad, pada tahun 1965, tanpa sepengetahuan Presiden Soekarno, untuk menemui Des Alwi di Bangkok dalam rangka menjajagi kemungkinan mengakhiri ‘Konfrontasi’ dengan Malaysia. Sejak saat itu Ali Moertopo dengan Opsus-nya ditugasi untuk menangani bidang-bidang khusus politik, diplomasi, dan bisnis, di bawah kendali langsung Presiden Soeharto.

Permainan yang dijalankan Ali Moertopo tidak senantiasa sejalan dengan kepentingan tentara, yang dipresentasikan oleh Panglima Kopkamtib Jenderal Soemitro, yang didukung oleh BAKIN. Persaingan antara Opsus dengan Kopkamtib berakhir dengan show down pada 15 Januari 1978, yang kemudian dikenal dengan Peristiwa Malari (Malapetaka Limabelas Januari) yang berakhir dengan lengsernya kedua tokoh, baik Ali Moertopo maupun Jenderal Soemitro, dari arena politik.

Sesudah Peristiwa Malari Presiden Soeharto memanggil Brigadir Jenderal Benny Moerdani dari posnya di Seoul untuk menggantikan Ali Moertopo. Ia diangkat sebagai asisten intelijen Dephankam /ABRI, dan mengambil alih kepemimpinan CSIS dari tangan Ali Moertopo. Pada waktu itu Pusintelstrat (Pusat Intelijen Strategis) yang berada di bawah kendali asisten intelijen Dephankam/ABRI, dan mengambil alih kepemimpinan CSIS dari tangan Ali Moertopo. Pada waktu itu Pusintelstrat (Pusat Intelijen Strategis) yang berada dibawah kendali asisten intelijen Dephankam/ABRI, berfungsi hanya sebagai “lembaga pusat” dengan tugas pokok terbatas pada merumuskan doktrin dan menyelenggarakan latihan semata. Jenderal Benny Moerdani tidak puas dengan hal itu, dan mereorganisasikan “tenaga pusat” itu menjadi sebuah ‘badan’ -agency- yakni BAIS (Badan Intelijen Strategis) ABRI dengan tugas-tugas yang sangat luas. Di bawah kepemimpinan Jendral Benny Moerdani BAIS tidak saja merambah sampai kepada perumusan politik luar negeri (yang membuatnya tidak disenangi oleh kalangan Pejambon), tetapi terutama ia berhasil menyakinkan Presiden Soeharto untuk memberikannya kewenangan melaksanakan sesuatu “operasi tertutup” melakukan invasi ke Timor Portugis pada tahun 1975. Kegiatan operasi itu sedemikian tertutupnya sampai-sampai Menhankam/Pangab Jenderal Surono tidak mengetahuinya sampai detik-detik terakhir Hari–H serbuan, yang dengan sekaligus menandai berakhirnya peran Opsus yang masih melakukan kegiatan intelijen di timor portugis dengan nama sandi “Operasi Komodo”.

Untuk “mensinergikan operasi-operasi intelijen” sesudah peristiwa Malari, Presiden Soeharto kemudian menempatkan Jenderal Benny Moerdani sebagai Waka BAKIN, di bawah Jenderal Yoga Sugama. Berdalihkan bahwa BAKIN hanyalah sebuah “badan koordinasi”, maka struktur organisasinya “dilangsingkan” dengan menjadikannya sebuah organisasi yang tidak menjadi badan intelijen yang berfungsi melakukan operasional intelijen secara penuh. Tugas pokoknya lebih ditekankan pada koordinasi. Barangkali karena alasan tersebut, ketika saya mengambil alih pimpinan BAKIN pada bulan April 1999, sarana operasional seperti untuk intelijen komunikasi-elektronika, dan organ untuk operasi lapangan tidak ada. Fungsi komunikasi-elektronika diturunkan menjadi hanya sebuah seksi yang berada pada detasemen markas, yang bertugas untuk pelayanan internal. Karena tiadanya organ operasional lapangan, “laporan intelijen” yang saya terima dari staf, yang diharapkan berisi “analisis” dari intelijen matang, tidak lebih berupa guntingan dari berbagai koran nasional. Sementara itu badan intelijen militer, BAIS, mengendalikan operasi dan kegiatannya mulai dari intelijen lapangan, teritorial dan intelijen strategis, dengan fokus terutama pada intelijen politik dalam negeri. Dalam melaksanakan tugasnya, kadang kala kegiatan intelijen merambah kepada bidang-bidang dan tindakan-tindakan yang dikemudian hari membuat nama “intel” tidak terlalu harum di masyarakat.

Intelijen- Kegiatan Mencari Jawaban Terbaik

Tadi di awal pembicaraan telah dikemukakan bahwa kegiatan intelijen terkait erat dengan proses pengambilan keputusan, pelaksanaan, serta pengendalian hasilnya. Keputusan yang baik ditentukan oleh tersedianya informasi yang benar, faktual, cermat, obyektif, lengkap, terkini, dapat tepat waktu.Dengan kata lain, intelijen adalah kegiatan mencari jawaban terbaik guna mendapatkan solusi terbaik. Untuk memperoleh jawaban terbaik itu, maka pengorganisasian intelijen menuntut segala yang terbaik dalam segaenap aspeknya. Sulit untuk mendapatkan jawaban terbaik bila organisasi intelijen tidak mampu melaksanakan fungsi-fungsi dasarnya sekalipun, seperti contoh yang dialami oleh BAKIN tadi.

Organisasi intelijen tidak lain hanyalah sekedar sarana untuk menjalankan misinya. Misi organisasi intelijen, seperti organisasi-organisasi lainnya ditentukan lingkungan strategisnya, tugas utama dan khusus yang dipikulkan keatas pundaknya, serta tantangan yang sedang dan bakal dihadapinya. Mengingat wataknya sebagai organisasi yang mengabdi hanya untuk seorang klien, badan intelijen harus tajam pada spesialisasinya. Organisasi yang terlampau luas dan lebar tanggung jawabnya dapat terjebak kedalam perangkap tahu sedikit tentang banyak hal.

Di bidang intelijen pertahanan konon banyak hal Indonesia masih perlu berbenah diri. Salah satu fungsi dari intelijen pertahanan, misalnya saja di bidang survaillance udara dan maritim, yang belum mampu kita tangani dengan memuaskan. Beberapa kawasan Tanah Air, seperti Laut Natuna, Selat Malaka, Laut Sulawesi, serta laut-laut di kawasan timur Indonesia, tetap masih merupakan black areas untuk intelijen kita. Bukan saja karena kawasan-kawasan tadi belum terliput secara penuh dan efektif oleh sistem jaringan kadar kita, juga kalaupun sarana deteksi tersebut tersedia, beberapa faktor baik jenis, kemampuan, dan usia sudah tidak lagi memenuhi kebutuhan sekarang. Beberapa radar buatan Rusia yang sudah jompo tidak memiliki suku cadang lagi. Beberapa lagi, seperti radar Plessey dan Thomson tidak kompatibel satu sama lain, sehingga saling tidak mampu memberikan peringatan dini yang merupakan inti fungsinya suatu jaringan radar. Padahal kemampuan peringatan dini dan deteksi dini dari sistem jaringan radar, baik di atas daratan maupun dibawah permukaan air, akan sangat menentukan kemampuan unsur-unsur surveillance udara dan maritim yang juga masih sanngat terbatas dalam jumlah, kekuatan, dan kemampuannya- dalam rangka membangun pagar pertahanan tanah air yang dapat diandalkan. Jangan lupa, wilayah nusantara yang harus kita lindungi sekarang ini telah meningkat tiga kali lipat, dari yang semula hanya dua juta kilometer persegi kini menjadi enam juta kilometer persegi, sebagai akibat bertambah luasnya wilayah tanggung-jawab keamanan dengan kawasan zona ekonomi eksklusif.

Intelijen bukan hanya berurusan bagaimana mengamati partai-partai politik, tetapi juga bagaimana harus mampu menegakkan hak-hak kedaulatan nasional di lautan dari pelanggaran lalu-lintas ilegal, penyelundupan dan kejahatan di laut, termasuk antara lain pencurian kekayaan laut yang kini telah mencapai triliunan rupiah, maupun ancaman penggerogotan terhadap garis-garis batas nasional. Lautan telah menjadi frontier baru yang menuntut perhatian, karena berkaitan dengan bukan hanya hari ini, tetapi masa depan anak-cucu kita.

Sementara itu negeri ini terbuka telanjang oleh pengamatan pihak-pihak lain melalui geo-stationary orbiting surveillance satellite yang diperlengkapi baik dengan alat pendengar elektronika serta thermal dan satelit fotografik, yang mampu mengamati, menyadap berita, dan memotret sampai detil mulai dari nomor kendaraan pasukan darat, di nomor lambung kapal-kapal yang ada di permukaan laut, jumlah dan jenis pesawat yang masih air serviceable, sampai pada semua pergerakan latihan maupun operasi pasukan-pasukan darat, laut dan udara, mulai dari Aceh, sampai dengan Papua. Kesibukan badan-badan intelijen dengan politicking selama ini telah menjadikannya alpa membangun intelijen pertahanan yang akhirnya akan menentukan kemampuan kita mempertahankan dan melindungi segenap rakyat Indonesia dan seluruh tanah tumpah darah Indonesia dengan sebaik-baiknya.

Keterbatasan kemampuan udara strategis serta telekomunikasi elektronika sangat menghambat kemampuan intelijen strategis di lapangan. Pekerjaan tersebut selama ini terbatas dilakukan secara terbuka oleh para petugas di perwakilan-perwakilan di luar negeri. Tetapi bila saatnya mengharuskan untuk melakukan pengumpulan keterangan secara senyap di daerah yang bermusuhan, maka kemampuan itu patut dipertanyakan. Barangkali unsur intelijen strategis masih mampu melaksanakan misi infiltrasi, tetapi pekerjaan eksfiltrasi terhadap pasukan tersebut setelah misi berakhir masih merupakan tanda tanya besar. Apresiasi intelijen yang menyatakan dalam tempo sepuluh tahun ke depan tidak akan ada perang sungguh telah menina-bobokkan kita. Bahwasanya contoh-contoh tentang pecahnya perang dadakan seperti di Falkland, Afganistan, Teluk, dan sebagainya, seharusnya tidak mengizinkan suatu angkatan perang alpa dalam mempersiapkan dirinya. Bukankah, si vis pacem para bellum. Titik-titik ledak yang eksplosif berada di tepian Pasifik, seperti semenanjung Korea, kepulauan Daoyu-tai, selat Taiwan, sengketa di pulau-pulau atol Spratley, dan sebagainya, bisa saja terjadi peluberan, karena hampir semuanya berbatasan langsung dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia yang menempati posisi silang.


Pertanyaan :

1. Apakah BIN ada menjalin kerja-sama dengan badan-badan intelijen asing untuk mengatasi kekurangan sarana surveillance tersebut di atas?

2. Dengan badan-badan intelijen asing siapa saja dan dalam bidang apa saja?

  1. Menurut informasi alat informasi pada camera-recorder imigrasi di Bandara Cengkareng dipasok oleh pihak Amerika Serikat, dengan catatan mereka berhak menerima hasil pengamatan lalu-lintas orang di Bandara kita?

  2. Apa bentuk kerja-sama BIN dengan badan-badan intelijen asing tersebut dalam “pemberantasan terorisme” di Indonesia, serta peran dari badan-badan intelijen asing tersebut di Indonesia? (BERSAMBUNG)

Putri Betung: Sang Putri yang Melahirkan Raja-Raja Besar di Aceh

Dari bumi Aceh telah banyak terlahir wanita-wanita perkasa, yang dalam sejarah dunia sekalipun sulit dicari perbandingannya, salah satunya adalah Putri Betung, alkisah dalam Hikayat Aceh dan Hikayat Raja-raja Pasai, asal-usul yang menurunkan kemuliaan dan kebesaran Sultan Iskandar Muda yang bertakhta di Aceh Darussalam dan raja-raja Samudra Pase (Aceh Utara) adalah dari rahim bidadari yang diberi nama Putri Betung.

Tentang hikayat Putri Betung, alkisah dalam Hikayat Aceh dan Hikayat Raja-raja Pasai, asal-usul yang menurunkan kemuliaan dan kebesaran Sultan Iskandar Muda yang bertakhta di Aceh Darussalam dan raja-raja Samudra Pase (Aceh Utara) adalah rahim bidadari yang diberi nama Putri Betung. Ia adalah anak bidadari yang ditemukan Raja Muhammad di hutan. Kemudian Raja mengangkatnya sebagai anak yang kelak dinikahkan dengan Meurah Gajah, yang merupakan anak raja Ahmad, saudara tua Raja Muhammad. Versi lain Hikayat Aceh menyebutkan perkawinan Putri Betung dengan Merah Gajah melahirkan dua anak, laki-laki dan perempuan, masing-masing bernama Sultan Ibrahim Syah dan Putri Sapiah. Sementara versi Hikayat Raja-raja Pasai menyatakan bahwa Putri Betung melahirkan dua anak laki-laki bernama Meurah Silu yang selanjutnya bergelar Sultan Malik As Shaleh, pendiri Kerajaan Samudra Pase, dan Meurah Hanum.

Kisah Putri Betung ini menarik untuk disimak karena selain memiliki simbol sebagai Rahim Mulia, yang menjadi perantara lahirnya raja-raja besar, juga memiliki cacat tubuh. Lazimnya, seorang putri adalah perempuan yang digambarkan cantik jelita, dengan tubuh sempurna, dan perilaku patut. Namun, menurut Hikayat Aceh tersebut, di bagian kanan dagu sang putri ditumbuhi sehelai rambut panjang dan berwarna putih mencolok. Sehingga sang suami, yang bernama Meurah Gajah yang bergelar Raja Syah Muhammad, kurang senang dan merasa malu hati terhadap “ketaksempurnaan” di tubuh istrinya, tersebut.

Oleh sebab itu, pada suatu hari sang raja meminta agar istrinya mencabut “rambut asing” di tubuhnya itu. Tapi permintaan sang raja ini ditolak mentah-mentah oleh sang putri. Sang putri beralasan jika rambut ”aneh” itu dicabut dari tubuhnya, maka niscaya akan terjadi perceraian di antara mereka. Serta merta mendengar alasan Putri Betung tersebut, Sang raja diam saja, tapi diamnya sang raja bukan berarti mau mendengarkan alasan sang putri, tapi sang raja sedang mengatur siasat bagaimana supaya rambut ”aneh” tersebut tetap harus dicabut, sehingga segala cara dan upaya diusahakan untuk mencari kelengahan sang putri Betung tersebut.

Pada suatu hari niat sang raja kesampaian juga, saat itu ia melihat sang istri sedang tertidur dengan pulas, maka dengan mengendap-endap dicabutnya “rambut asing” tadi dari tubuh sang putri. Setelah sang raja mencabut “rambut asing” tadi dari sang tubuh sang putri, tidak lama kemudian maka terjadilah keanehan yang luar biasa, yakni dari dagu sang dewi, yaitu dari liang bekas cabutan rambut aneh tadi, mengalir tiga titik darah putih, akhirnya Putri Betung pun meninggal tidak lama kemudian.

Kejadian tersebut membuat Raja Muhammad, ayah Putri Betung marah. Lalu serta merta dikirimnya pasukan untuk menyerbu Raja Muhammad Syah, dalam pertempuran tersebut akhirnya Raja Muhammad Syah terbunuh. Ketika mendengar sang raja terbunuh, Raja Ahmad pun marah, lalu mengirim pasukan untuk menyerbu Raja Muhammad. Dua bersaudara itu pun berperang sehingga disebutkan dalam hikayat tersebut bahwa dua kerajaan itu akhirnya musnah.

Dari hikayat tersebut juga diuraikan bahwa dari rahim Putri Betung lah lahir raja-raja, yang uniknya diakui oleh kemaharajaan Aceh Darussalam dan Samudra Pase. Kedua kemaharajaan itu bersaing memperebutkan Putri Betung, yang berasal dari dunia supranatural atau alam gaib, untuk melegitimasi kebesarannya. Entah kebetulan, kisah Putri Betung ini serupa dengan kisah raja-raja Mataram yang selalu dikisahkan beristri Ratu Kidul. Artinya, keadiluhungan seorang raja dikarenakan menguasai dua dunia, supernatural dan natural. Sedangkan Meurah Gajah, selaku ayah yang menurunkan raja-raja besar itu, tak diketahui asal-usulnya.

Putri Betung tidak sendiri, sejarah kegemilangan Aceh telah pula melahirkan wanita-wanita perkasa lainnya, sebut saja misalnya Laksamana Keumalahayati yang memimpin laskar Inong Bale (laskar janda) di zaman Sultan Riayat Alaudin Sjah IV (1589-1604) untuk mengusir angkatan laut Belanda di bawah pimpinan Cornelis de Houtman (1506-1599). Di masa pemerintahan Sultan Riayat Alaudin Sjah V (1604-1607) dibentuk Suke Kaway Istana (Resimen Pengawal Istana) yang terdiri dari Si Pai’ Inong (prajurit perempuan) di bawah pimpinan Laksamana Meurah Ganti dan Laksamana Muda Cut Meurah Inseuen. Kedua laksamana perempuan itu berjasa membebaskan Iskandar Muda dari tahanan Sultan Riayat Sjah V yang konon bejat moral dan kelak tahanan itu menjadi raja adiluhung di Kerajaan Aceh Darussalam.

Di zaman Sultan Iskandar Muda, tradisi prajurit pengawal istana perempuan masih dilanjutkan, dan di antara Divisi Pengawal itu yang paling terkenal adalah Divisi Keumala Cahya. Disebutkan pula bahwa perempuan Aceh telah menjabat sebagai Uleebalang (kepala pemerintahan daerah), seperti Cut Asiah, Pocut Meuligoe, dan Cut Nya’ Keureuto. Pada era Aceh berperang melawan Belanda, terdapat seorang panglima perang perempuan sekaligus alim ulama yang lahir di Lam Diran pada tahun 1856 bernama Teungku Fakinah. Tradisi panglima perempuan di medan perang mewarisi ke generasi Tjut Nyak Dhien, Pocut Baren, Cut Meutia, Pocut Biheu, dan Cutpo Fatimah.

Kita juga tidak bisa melupakan tentang kehebatan perempuan Aceh lainnya yang jarang disebut-sebut dalam sejarah Aceh, seperti Darwati Putroe Jeumpa yang merupakan penakluk Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit, kemudian sejarah kegemilangan Putroe Jeumpa lainnya seperti Dewi Manyang Seuludongau ada yang menyebutnya dengan sebutan Dewi Ratna Keumala yang akhirnya menjadi Maha Ratu Islam Pertama di Nusantara.

Di Aceh sejarah kegemilangan dan peran perempuan tidak bisa dinafikan. Tapi sayangnya kekuasaan dan peran perempuan tersebut, sering kalah pamor dengan hegemoni kekuasaan laki-laki, sehingga diyakini oleh sebagian peneliti untuk melenyapkan Putri Betung dibuatlah sebuah paradoks tentang kecacatan tubuh Putri Betung sebagai pemicu penghancuran asketisme.

Politik perempuan Aceh di tengah konflik bersenjata dan kekerasan negara adalah sering dengan menggunakan lheuk jago meulet, yang disebut lheuk jago meulet, (lheuk adalah sejenis burung) yang menggunakan kecerdikan dan daya pikatnya untuk menghadapi musuh, dalam hal yang acapkali tidak serta-merta merupakan kepentingan perempuan untuk menonjolkan kekuasaannya. Gaya politik yang melekat pada perempuan Aceh ini tak jarang menimbulkan ketegangan dengan subyektivitas politik feminisme yang sedang menggeliat di Aceh.

Hikayat Putri Betung sebagai representasi kompromi antara kekuasaan perempuan dalam hegemoni kekuasaan laki-laki terinstitusi dalam sistem sosial Aceh hingga saat ini. Tampilnya pemimpin perempuan Aceh di medan perang masa lalu pada dasarnya adalah melanjutkan posisi perjuangan suaminya yang telah gugur. Perempuan itu tampil setelah menjanda. Contohnya adalah institusi Inong Balee.

Ratu Nihrasiah, Ratu Safiatuddin, Panglima Keumalahayati, Tjut Nyak Dien, dan lainnya tampil di garis depan menggantikan kepemimpinan dan perjuangan suami masing-masing. Kekuasaan perempuan itu ada di dalam hegemoni kekuasaan yang beridentitas keacehan. Identitas ini sendiri merupakan dialektika dari perkawinan dan persaingan tradisi “indigenous” dengan Islam hingga disebut Islamnya orang Aceh berbeda dengan gerakan politik Islam. Dalam pandangan “Islamnya orang Aceh”, sistem nilai ini membebaskan perempuan.

Tapi hegemoni yang berlapis-lapis ini mengenyahkan perempuan Aceh ke kesunyian yang terdalam. Pemimpin perempuan di masa lalu seperti Keumalahayati, Teungku Fakinah, Tjut Nyak Dhien dibuang ke wilayah mitos (seperti nasib Putri Betung), diagungkan, dipuja, tetapi kehilangan entitas politiknya. Hal ini senada dengan rintihan Tuan Putri Kusuma Dewi, dalam karya Amir Hamzah, Sultan Alauddin Riayat Syah: “… Mak, beginilah rupanya menjadi permaisuri itu, dijunjung tinggi ditayang-tayang, dirum-rum, dipuja-puja, tetapi semuanya hampa belaka, aku sendiri kesunyian…” (
http://danijurnalis.wordpress.com/2009/08/24/putri-betung-sang-putri-yang-melahirkan-raja-raja-besar-di-aceh/

Anak Durhaka Jadi Ular Berkepala Anjing

Rantau Prapat – Heboh kabar seorang siswi SMP berubah wujud jadi ular berkepala anjing usai menendang ibunya saat sholat, membuat suasana Dusun Sigambal, Desa Pinang Awan, Kec. Torgamba, Labuhan Batu Setalan (Labusel), mencekam. Warga yang biasanya lalu-lalang memilih berdiam diri di dalam rumah masing-masing. Perubahan wujud itu terjadi, tak lama setelah korban menendang ibu kandungnya saat menjalankan ibadah. Kejadian itu menggemparkan warga tak hanya di Labuhan Batu Selatan tetapi hingga ke Rantau Prapat, ibukota Labuhan Batu.

METRO yang mendapat kabar itu langsung bergegas ke lokasi kejadian. Namun keanehan tak hanya ada pada cerita itu, warga, kepala dusun dan perangkat desa juga bersikap aneh. Mereka semakin tertutup. Ketertutupan itu terjadi berawal dari peristiwa aneh itu melanda kampung mereka. Sedangkan itu siswa SMP dan ibu kandungnya tak ditemukan lagi berada di Dusun Sigambal.

Menurut warga setempat, siswi SMP dibawa bersama ibunya diboyong seseorang ke sebuah tempat yang dirahasiakan di Medan. Keputusan itu dilakukan Ibu kandung korban tak tahan menanggung aib atas perubahan fisik anaknya dan jadi tontotan warga. Tetapi warga tak satu pun bersedia menyebutkan alamat korban di Medan. Bahkan identitas si siswa SMP itu pun ikut dirahasiakan. Mereka takut kualat dan khawatir bisa ketularan kutukan itu.

Akan tetapi, seorang warga berinisial UT (55), kepada METRO, akhir pekan lalu, menunjukkan bukti sebuah rekaman video dari sebuah handphone yang memuat wujud gadis SMP berubah wujud itu, yang berhasil direkam pasca kejadian. Dalam rekaman video itu terlihat, kepala seekor anjing berambut panjang berwarna putih dengan badan berupa ular yang melingkar-lingkar. Mahluk itu juga memiliki dua buah tangan menyerupai kaki seekor biawak.

Masih dalam video itu, siswi SMP yang telah berubah wujud itu berputar-putar. Mahluk itu menjerit-jerit dan berurai air mata. Sementara, warga yang menyaksikannya terlihat prihatin sambil sesekali juga terlihat ngeri menyaksikan makhluk aneh itu. Menurut UT, gadis belia yang masih duduk di bangku kelas 2 SMP itu dalam kesehariannya berperangai buruk dan sering melawan orangtuanya. Padahal pekerjaan orangtuanya hanya mocok-mocok dan mencari upahan kepada para tetangga dan kerabatnya.

Pada suatu hari, lanjut UT, tanpa mau menyebutkan kapan kejadiannya, diungkapkan, gadis belia itu merengek meminta dibelikan sepedamotor yamaha jenis Mio kepada ibu kandungnya. Namun karena merasa disepelekan, permintaannya tidak diacuhkan si anak ngamuk. Kepala Ibunya saat ibadah sore hari, tiba-tiba saja disepak.

“Disitulah awal bencana itu terjadi. Pada saat itu juga wajah gadis itu berubah wujud menjadi anjing kurus dan tirus. Sementara seluruh badan dan kakinya berubah menjadi ular,” beber UT.

Dikatakan UT, ibunya usai menunaikan ibadah langsung histeris melihat anaknya berubah wujud menjadi manusia ular dengan kepala anjing. Sementara itu, Kapolsek Torgamba AKP Tampubolon, ketika dikonfirmasi METRO, enggan berkomentar. Ia justru mengatakan, di wilayah hukumnya sama sekali tidak terjadi apa-apa termasuk kejadian aneh. http://danijurnalis.wordpress.com/2009/12/23/anak-durhaka-jadi-ular-berkepala-anjing/