Kata Kanjeng Nabi SAW. :
“Setiap daging yang tumbuh dari makanan haram, maka api nerakalah baginya!” (
na’udzubillaahi min dzaalika!). Nampaknya sulit dimengerti bahwa di wilayah negara yang mayoritas (85%) penduduknya beragama Islam ini, penjualan daging haram bisa berlangsung terus-menerus dalam jangka waktu yang cukup lama. Apabila ditelusur, ternyata ada 6 macam pencemaran daging haram di sekitar kita. Mari kita telusur satu persatu.
1. Daging sapi yang dioplos (dicampur) daging babi.Harian Kedaulatan Rakyat (KR) tanggal 3 dan 4 Maret 2008 memberitakan bahwa terdapat indikasi kuat bahwa daging celeng (babi hutan) mulai diedarkan di wilayah DIY dan sekitarnya. Sesungguhnya sudah cukup lama kasus ini terjadi. Namun alhamdulillah, pada akhirnya ang-gota DPRD Kota Yogyakarta bereaksi. Pencemaran daging sapi oleh daging babi ditengarai banyak terjadi di pasar-pasar tradisional di Yogyakarta. Dalam masakan, pencemaran daging terjadi terutama pada bakso, bakmi, siomay, dll.
Mengapa daging babi ini dioplos ke dalam daging sapi tentu ada sebabnya. Saat ini, harga daging sapi nyaris tidak terkejar, yaitu antara Rp 50.000,- hingga 55.000,-. Sebaliknya, masyarakat dapat dengan mudah memperoleh daging babi di pasar-pasar tradisional (seperti di Pasar Patuk, Pasar Kranggan, Pasar Beringharjo, Pasar Demangan, Pasar Sentul, dll.) dengan harga yang sangat murah, yaitu ha-nya berkisar Rp 13.000,- hingga 17.000,- (tergantung kualitasnya).
2. Penggilingan daging sapi yang bercam-pur daging babi.Pedagang bakso di Yogyakarta sangat banyak, namun ternyata pedagang yang memiliki alat penggilingan daging sendiri sangatlah sedikit. Bila dihitung, barangkali hanya sekitar 3-5 % pedagang yang memiliki alat penggilingan sendiri.
Hasil survei menunjukkan bahwa di Yogyakarta banyak jasa penggilingan daging sapi yang ‘tidak menolak’ meng-giling daging babi. Barangkali istilah yang lebih tepat untuk hal ini adalah di Yogyakarta ada banyak penggilingan daging sapi campur daging babi. Banyak informan melaporkan bahwa penggilingan daging di Pasar Kranggan, Pasar Patuk, dan Pasar Beringharjo tidak menolak menggiling daging babi.
3. Daging (sapi dan ayam) bangkaiDi Yogyakarta, ternyata peredaran daging bangkai ini telah berjalan cukup lama dan rapi. Sebenarnya peraturan yang melarang peredaran daging bangkai ini telah jelas, namun entah mengapa penegak hukum enggan menegakkan hukum.
a. Daging sapi bangkai
Daging sapi bangkai banyak disuplai dari daerah Segoroyoso, Pleret, Bantul dan sekitarnya. Desa Segoroyoso ini termasuk daerah penyuplai daging terbesar di Kab. Bantul. Alhamdulillah, sebagian besar jagal (tukang penyembelih hewan) beragama Islam dan ikut dalam persatuan jagal dan selalu hadir dalam pembinaan (pengajian, dll.). Sayangnya, ada beberapa jagal yang tidak pernah mau menjadi anggota dan ikut pembinaan. Nah, dari kelompok kecil inilah nama baik Segoroyoso tercemar. Sekelompok kecil ini sering menampung sapi yang telah sekarat (terutama yang hampir mati karena sakit/kena penyakit) dan sapi yang telah mati.
Umumnya, harga bangkai sapi ini sangatlah murah. Apabila harga sapi sehat dewasa bisa mencapai Rp 7 juta, maka harga sapi bangkai ini hanya berkisar Rp 1,5 hingga Rp 2 juta saja. Harga sapi yang sekarat (hampir mati) dapat sedikit lebih mahal, yaitu sekitar Rp 2 juta hingga Rp 3 juta saja.
Menurut sumber yang dapat dipercaya (seorang pedagang daging sapi bersertifikasi halal), daging sapi bangkai juga dipasarkan di suatu tempat di los daging sapi di Pasar Kranggan Yogyakarta. Menurut beliau, harga daging sapi bangkai ini hanya berkisar Rp 30.000,- hingga Rp 40.000,- saja, padahal harga daging sapi normalnya bisa mencapai Rp 51.000,- hingga Rp 55.000,-. Bayangkan berapa keuntungan yang bisa didapatkan oleh pedagang nakal ini.
Ciri-ciri yang membedakan daging sapi bangkai dengan daging sapi segar (normal) adalah sbb.:
- Warna daging merah gelap, lebih gelap dari warna daging sapi segar.
- Bau daging sapi bangkai ini tidak segar, bahkan semakin lama semakin apek dan bau busuk menyengat.
- Seringkali nampak pula bahwa di beberapa bagian daging seratnya mulai rusak dan seraabut dagingnya tidak lagi lentur lembut.
b. Daging ayam bangkai
Pasar Terban adalah salah satu pasar di Yogyakarta yang menyediakan daging ayam bangkai. Hal ini nampaknya telah lama menjadi rahasia umum di tengah-tengah masyarakat. Salah seorang anggota Satuan Polisi Pamong Praja (Sat.Pol. PP) di Kota Yogyakarta mengatakan bahwa operasi (sweeping) telah sering dilakukan dan pelaku telah teridentifikasi semuanya dengan jelas dan rinci. Namun, entah mengapa selalu saja para pelaku yang telah tertangkap ini kembali bebas (dilepas) tanpa sanksi hukum yang berarti. Ibaratnya hari ini ditangkap, lusa ‘pasti’ sudah bebas. Besoknya kena sweeping lagi, hari berikutnya sudah tersenyum-senyum jualan lagi. Mereka dengan ‘nyaman’ dapat selalu kembali mengulang-ulang perbuatan nistanya, meraih keuntungan besar tanpa memperdulikan nasib orang lain yang membeli daging bangkainya.
Nah, agar kita sebagai masyarakat awam tidak tertipu dan membeli daging haram, maka kita harus bisa mengenali bagaimana ciri-ciri daging ayam bangkai ini, yaitu :
- Apabila harga daging bangkai ayam kampung berkisar antara Rp 35.000,- hingga Rp 40.000,- maka harga daging ayam kampung bangkai ini hanya berkisar Rp 25.000. Apabila orang pintar menawar, ada kalanya daging bangkai ini bisa diperoleh dengan harga hanya Rp 15.000,- Semakin siang harga daging bangkai ini akan semakin murah. Tebak, mengapa?
Hati-hati bila membeli ayam goreng atau ayam panggang. Bila normalnya harga ayam (kampung) panggang utuh bisa mencapai Rp 45.000,- hingga Rp 55.000,- maka harga ayam bangkai goreng/panggang ini hanya berkisar Rp 25.000,- hingga Rp 35.000,- (utuh). Sungguh harga yang sangat murah.
- Bau tidak sedap. Apabila ayam tidak disembelih, tentu darah tidak akan keluar. Darah ini adalah media hidup yang sangat baik bagi bakteri pembusuk. Oleh karenanya, semakin lama daging ini dibiarkan di tempat terbuka, maka akan semakin banyak bagian daging yang dibusukkan. Akibatnya, semakin lama, aromanya akan semakin busuk.
- Lihat bekas sembelihan di leher. Ayam bangkai adalah ayam yang matinya bukan karena disembelih. Ayam mati dan menjadi bangkai tentu ada sebabnya. Apabila matinya karena penyakit, maka dapat saja penyakit ini menular pada orang yang memakan daging bangkai ini. Oleh karena tidak disembelih, maka tentunya tidak ada bekas sembelihan di leher. Oleh karena itu, sebelum dijual, seringkali pedagangnya menyingkirkan lehernya.
Pedagang tentu tidak bodoh. Sering kali untuk menghilangkan kesan ayam bangkai, ayam ini disembelih setelah mati. Sebenarnya, untuk membedakan apakah ayam disembelih sebelum atau setelah mati tidaklah sulit. Apabila ayam masih hidup lalu disembelih, maka bekas sobekan di leher tentu akan cukup besar. Namun, apabila penyembelihan dilakukan setelah mati, maka sobekan di leher sangatlah rapi, mirip kertas yang digunting, sangat rapi. Mengapa? Yah, tentu karena jaringan tubuh ayam bangkai sudah mati, sehingga tidak ada perlawanan ketika disembelih.
- Warnanya dagingnya merah gelap. Di beberapa bagian tubuh, terutama di lipatan paha dan lipatan di bawah sayap, terdapat warna merah gelap. Hal ini disebabkan karena darah terjebak di jaringan daging atau di bawah kulit dan tidak dapat keluar.
- Pencet dagingnya. Karena darah tidak keluar, maka manakala dagingnya dipencet, maka bagian yang dipencet akan (sangat) lambat kembali ke bentuk semula. Hal ini diduga karena daging lengket di dalam karena pengaruh darah yang tidak keluar.
Meski demikian, tidak semua pedagang daging ayam di Pasar Terban nakal. Sebut saja namanya Pak Tulus. Saat ini, beliau adalah satu-satunya pemilik rumah potong ayam (jasa pemotongan ayam) di Pasar Terban yang telah memiliki Sertifikat Halal. Sebagaimana nama indah yang diberikan oleh kedua orang tuanya, bapak pengurus takmir Musholla Pasar Terban ini secara tulus ikhlas rela tidak meraup keuntungan besar dengan menjual daging ayam bangkai. Beliau istiqomah hanya menjual daging ayam halal.
4. Daging sapi gelonggong
Sapi gelonggong adalah sapi yang sebelum disembelih disiksa dengan dipaksa minum yang teramat banyak (berlebihan) dengan harapan agar air tersebut mengisi jaringan tubuh dan menambah berat daging ketika dijual.
Cara memaksa sapi ini agar mau minum sungguh luar biasa tiada berperikemanusiaan. Ke dalam mulut sapi tersebut dimasukkan selang yang memanjang hingga masuk ke dalam perutnya. Selang tersebut dihubungkan dengan tower air setinggi kurang lebih 10-15 m sehingga air dapat masuk ke perut sapi dengan deras.
Umumnya pengelonggongan dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama, sapi dipaksa minum hingga kepayahan dan tidak lagi kuat berdiri. Setelah beberapa saat, sapi diguyur dengan air agar segar dan kembali. Ada kalanya, agar mau berdiri, sapi akan menerima sedikit siksaan pukulan. Tahap kedua, selang kembali dimasukkan ke lambung sapi dan air kembali dipaksa masuk hingga sapi kepayahan dan tidak kuat berdiri lagi. Pada tahap ini, seringkali sapi urinasi tidak terkendali. Pada tahap ketiga, sapi dipaksa minum lagi, namun kali ini dalam keadaan terbaring kepayahan sekarat hampir mati.
Oleh karena penggelonggongan dilakukan semacam itu, maka tentu ulama mengharamkan daging sapi gelonggong. Ada kalanya, sapi digelonggong hingga mati. Nah, untuk membedakan daging sapi yang sehat, ciri-ciri umum daging sapi gelonggong adalah sbb.:
- Apabila digantung, maka akan selalu menetes air dari permukaan daging.
- Apabila diletakkan di atas meja, maka segera akan menggenang air di sekitar daging.
- Umumnya, harga daging sapi gelonggong cukup murah, bisa selisih 10 – 15 ribu dari daging sapi normal.
- Oleh karena sebelum disembelih sapi digelonggong terlebih dahulu, maka air akan mengisi sel dan jaringan tubuh sapi. Seringkali hal ini diikuti dengan pecahnya sel karena penuh berisi air (isotonis). Akibatnya, daging akan cepat rusak dan bau busuk. Apabila normalnya daging mampu bertahan hingga 10 – 14 jam di suhu kamar, maka daging sapi gelonggong ini hanya mampu bertahan hingga 5 – 7 jam sebelum akhirnya mengeluarkan bau busuk yang menyengat.
5. Daging haram impor.
Warning atas sapi impor khususnya diberikan kepada daging (sapi) yang berasal dari Swiss, Perancis, (serta Australia dan Selandia Baru). Warning juga diberikan pada dan paha ayam (Chicken Leg Quarter) impor dari Amerika.
Warning atas daging sapi asal Swiss dan Perancis diberikan karena di kedua negara tersebut, Syari’at Islam (Halal) dan Syari’at Yahudi tentang penyembelihan (Kosher) tidak boleh diterapkan. Di kedua negara tersebut, sapi tidak disembelih melainkan ditusuk jantungnya dengan pisau panjang. Nah, karena tidak disembelih, maka ulama memfatwakan bahwa daging sapi yang berasal dari kedua negara tersebut dihukumi haram.
Kasus di Australia dan Selandia Baru (New Zealand) sedikit berbeda. Kalau di kedua negara ini justeru kebanyakan daging sudah halal, karena disembelih oleh orang Islam menurut Syari’at Islam dan ada petugas yang mengawasi hingga potongan daging masuk ke dalam box daging berlabel halal. Oleh karenanya, sebagian besar daging anggota Meat Board Association di Australia telah mendapatkan Sertifikat Halal oleh Australian Government Authority (mis.: Western Australia Authority, Northern Australia Authority, dll.). Akan tetapi, karena jeroan tidak dimakan manusia (biasanya untuk pet food atau pakan binatang kesayangan), maka seringkali jeroan sapi halal ini bercampur dengan produk non-halal, sehingga konsumen harus ekstra waspada.
Kasus Chicken Leg Quarter (CLQ) dari Amerika juga sedikit berbeda. Beberapa saat yang lalu, kasus ini cukup ramai dibicarakan masyarakat. Meskipun harganya sangat murah, CLQ Amerika ini ditolak masuk ke Indonesia atas alasan di luar harga (barrier non-tariff), yaitu karena diduga tidak halal. Mengapa demikian? Hal ini karena pada awalnya CLQ ini direncanakan dipasarkan di negara-negara non-Muslim yang tidak memerlukan syari’at penyembelihan secara Islam (dengan disembelih sempurna). Namun, karena tidak laku, maka kemudian CLQ tersebut digeser ke Indonesia, sebuah negara yang konon masyarakatnya banyak yang tidak memperdulikan kualitas (yang penting murah). Pada akhirnya, CLQ tersebut gagal masuk secara legal. Meski demikian, ada dugaan bahwa akhirnya CLQ tetap bisa masuk secara ilegal (diselundupkan).
6. Daging hewan halal yang tidak disembelih secara syar’i (tidak menurut Syari’at Islam).
Syari’at Islam menuntunkan bahwa untuk memperoleh daging yang halal, hewan harus disembelih menurut syari’at, yaitu :
- Penyembelihan dilakukan dengan pisau yang sangat tajam dan memutus 3 saluran, yaitu : saluran nafas, saluran pembuluh makanan, dan saluran pembuluh darah (arteri karotis dan vena jugularis).
- Sumsum tulang belakang (pada leher) tidak diputus, tidak dibului, tidak dikuliti, tidak dipotong kakinya hingga hewan benarbenar telah mati.
Penyimpangan pertama yang kerap kali terjadi adalah seringkali jagal tidak membaca Basmallah ketika menyembelih. Kasus ini sesungguhnya hanyalah kasus minor karena Nabi SAW. telah memberi-kan solusi. Kata Nabi, bacalah Basmallah, kemudian makanlah (hadits shoheh).
Kasus (penyimpangan) yang mayor adalah kerapkali ditemukan sobekan bekas sembelihan di leher sangatlah kecil, sehingga diyakini tidak akan mampu memutus 3 saluran pada leher bagian depan. Maka apabila ketiga saluran belum terputus sempurna, maka diyakini bahwa darah tidak akan sempurna dipompa keluar tubuh. Akibatnya, darah masih banyak tertahan di dalam tubuh (mencemari daging) dan dapat dipakai sebagai media hidup yang sangat nyaman bagi bakteri pembusuk. Efek lain adalah daging menjadi tidak awet, lekas berbau busuk, dan pada akhirnya dapat mengganggu kesehatan manusia yang mengkonsumsinya. Di Yogyakarta, daging haram sema-cam ini banyak diketemukan dicemarkan pada masakan gudeg, sate, fried chicken (ayam goreng), nasi liwet, dll.
Pencemaran daging haram pada masakan di Yogyakarta nampaknya telah berlangsung sedemikian lama dan ‘barangkali’ telah juga masuk ke dalam tubuh kita. Padahal, kata Nabi SAW., doa kita tidak akan didengar oleh Allah dan hidup kita tidak barokah bila kita sering mengkonsumsi produk haram.
Oleh karena itu, marilah kita lebih berhati-hati pada saat berbelanja dan memilih makanan. Sebagaimana Sabda Kanjeng Rasul SAW.: “Kehati-hatian kita dan keseriusan kita untuk memilih yang lebih halal, maka itu adalah bagian dari jihad kita”.
Nanung Danar Dono, S.Pt., MP.
Sekretaris Eksekutif LPPOM MUI DIY