Rabu, 13 Januari 2010

Ancaman Mikroba pada Ayam Bangkai

PADA bulan puasa ini banyak diberitakan tentang peredaran sejumlah daging sapi glonggongan maupun ayam tiren (ayam mati kemaren) alias ayam bangkai. Keduanya dijual secara luas di pasar-pasar tradisional, termasuk di Semarang dan sekitarnya.

Banyak ibu rumah tangga yang merasa cemas dengan banyaknya ayam bangkai yang beredar di pasaran. Harganya relatif lebih murah dibandingkan ayam potong. Namun, ayam bangkai yang umumnya berasal dari ayam mati lemas selama pengangkutan maupun ayam mati karena sakit, telah mempunyai konsumen tersendiri.

Sayangnya, tidak semua orang mudah mengenalinya, karena para pedagang telah pandai memolesnya menggunakan kunir, sehingga tidak jarang para ibu rumah tangga tertipu. Sebenarnya dengan pengamatan yang cermat, mudah dibedakan antara ayam potong dan asam bangkai.

Perbedaan antara lain terlihat pada kecepatan proses kematiannya. Pada ayam potong, proses ini berjalan dengan cepat, karena segera mati dengan penyembelihan. Pada kematian yang cepat karena proses pemotongan, kandungan glikogen, cadangan energi di dalam tubuh ayam, masih terdapat dalam jumlah cukup besar.

Sedangkan pada ayam bangkai, atau ayam yang tak dipotong, proses kematiannya berlangsung secara berangsur-angsur, lambat dan melelahkan, sehingga menghabiskan cadangan energi. Kematian yang berangsur-angsur ini terjadi pada ayam sakit atau yang mati kepanasan dan kelaparan selama pengangkutan dari luar kota.

Dapat dipastikan, dalam satu mobil pengangkut ayam yang jumlahnya ratusan, ada beberapa belas bahkan beberapa puluh yang telah menjadi bangkai karena mati lemas.
Glikogen diperlukan untuk menghasilkan asam laktat dalam daging, sehingga memungkinkan dicapai kondisi keasaman tertentu. Pada kondisi tersebut, terjadilah reaksi biokimiawi untuk menghasilkan aroma, warna dan tekstur yang baik.

Kondisi ini juga sekaligus memperlambat proses pembusukan. Pada ayam bangkai, reaksi itu tidak terjadi. Karena itulah, ayam bangkai akan lebih cepat membusuk dibandingkan ayam segar yang dipotong.

Ancaman Mikroba

Ada sebagian orang yang tidak terlalu memasalahkan, apakah ayam yang dikonsumsi berasal dari ayam potong atau bangkai, asal belum membusuk. Apalagi jika telah dihidangkan dalam mi ayam atau diolah jadi ayam goreng disertai lalapan yang menggugah selera.

Tragisnya, bahkan ada yang lebih memilih ayam bangkai, karena harganya jauh lebih murah. Dari aspek kesehatan masyarakat, ancaman berasal dari mikroba yang patogen atau ganas, yang dapat menimbulkan berbagai penyakit.

Mikroba penyebab infeksi yang sering mengancam antara lain adalah Salmonella, Shigella dan Streptococcus, yang sering mengakibatkan penyakit perut. Sedangkan mikroba penyebab keracunan yang sering mengancam antara lain Staphylococcus dan Clostridium. Ini berkaitan erat dengan darah ayam tadi.

Pada ayam yang dipotong dalam keadaan hidup dan sehat, sebagian besar darahnya dapat dikeluarkan dari tubuh. Berbeda dengan ayam bangkai atau yang mati lemas, darah sama sekali tidak dapat keluar dari tubuhnya. Bahkan darah tersebut tidak dapat dipisahkan sama sekali dari tubuhnya. Hal ini juga yang menimbulkan bau anyir, penampakan yang kurang menarik serta cepat membusuk.

Darah merupakan alat transportasi dalam tubuh yang membawa berbagai macam senyawa hasil buangan tubuh, obat-obat, dan racun yang termakan oleh ayam.
Tidak ketinggalan tentu saja berbagai bibit penyakit. Penyakit yang dapat ditularkan melalui darah atau daging hewan, antara lain brucellosis, listeriosis, tuberkulosis, infeksi usus, dan sebagainya.

Memilih

Memang tidak mudah untuk memilih dan membedakan, antara ayam potong dan bangkai, terutama setelah berupa ayam goreng, apalagi sate ayam, mie ayam atau sop ayam. Karenanya, memilih dan membedakan lebih tepat sebelum diolah.

Membedakan ayam potong segar dan bangkai, ada cara yang praktis. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut: a) adanya lendir kental di bagian dalam rongga badannya; b) terdapat gumpalan darah, adanya pembengkakan, warna kebiruan pada daging dan kulitnya, serta warna pucat dan kurus abnormal; c) ayam potong segar menunjukkan aroma khas, sedangkan ayam bangkai berbau kurang enak. Apabila Anda merasa sulit membedakannya, lebih baik membelinya di pusat-pusat penjualan yang telah dipercaya, daripada menanggung risiko mengkonsumsi ayam bangkai. (32)

_Prof Dr dr Anies MKes PKK, guru besar Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Undip, dan pakar kedokteran keluarga.
http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2008/09/13/30493/Ancaman.Mikroba.pada.Ayam.Bangkai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar