Puluhan warga Yogyakarta berebut air sisa jamasan Kereta Keraton Yogyakarta, Selasa (12/1/2010) atau tanggal 26 Suro tahun Jawa 1943. Jamasan kereta digelar di Museum Kereta Keraton Yogyakarta. Oleh warga, air ini akan dicampur untuk mandi atau minum. "Sebagai orang Jawa ada kepercayaan air ini membawa ketenteraman. Tetapi bukan untuk kekayaan," ungkap Pujopawiro (56), warga yang berasal dari Sewon, Bantul. Ia berangkat dari rumah sekitar pukul 07.30 dengan membawa lima botol bekas air mineral untuk menyimpan air sisa jamasan atau cuci kereta. Sudah lima tahun ini ia rutin mencari air sisa jamasan kereta keraton.
Tukinem (66), bahkan datang dari Muntilan, Magelang, Jawa Tengah untuk mendapatkan sisa air jamasan kereta. Air tersebut, rencananya akan dipakai untuk mencampur masakan dan rebusan air untuk membuat teh. "Tetap saya masak sampai matang. Ini untuk menolak bala," katanya.
Ada dua kereta yang dijamas, yaitu kendaraan utama Kanjeng Nyai Jimat yang merupakan kereta tertua dibuat tahun 1750. Kereta ini pertama kali digunakan oleh Sultan Hamengku Buwono I sampai Sultan HB V untuk jumenengan atau upacara penobatan atau peringatan penobatan. Kereta kedua yakni Kyai Jongwiyat yang merupakan kereta pengiring. Kyai Jongwiyat pertama dipakai oleh Sultan Hamengku Buwono VII. Setiap tahun kereta pengiring yang dijamas berganti secara bergilir. Total ada 23 kereta keraton Yogyakarta yang tersimpan di museum kereta Keraton Yogyakarta
Abdi Dalem Poncoroto yang memimpin prosesi jamasan kereta keraton, Mas Lurah Rotodiwiryo mengatakan prosesi jamasan kereta merupakan tradisi setiap tahun yang dimulai sejak Sultan HB I. Tradisi jamasan ini untuk merawat benda-benda pusaka keraton. http://regional.kompas.com/read/2010/01/12/14543988/Air.Jamasan.Kereta.Keraton.Yogyakarta.Jadi.Rebutan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar