Berdalih karena terlilit utang, seorang ibu muda tega menjual bayi yang masih dalam kandungannya. Jabang bayi yang belum jelas jenis kelaminnya itu dihargai Rp 1 juta. Santi, 24, —bukan nama sebenarnya— telah menawarkan darah dagingnya di dalam kandungan yang berusia delapan bulan itu kepada orang lain. Dia mengaku terlilit utang sebesar Rp 550.000. “Ini terpaksa saya lakukan karena saya betul-betul sudah nggak punya uang. Mau cari ke mana lagi,” ujar Santi yang kini tinggal di Kampungbeting, Tugu Utara, Koja, Jakarta Utara, Minggu (14/2). Dia mengaku baru saja pindah dari Kampungsawah, Semper Timur, Cilincing.
Santi mengatakan, dirinya baru tiga hari tinggal di Kampungbeting. Anak yang masih dalam kandungannya itu adalah anak kedua dari perkawinannya dengan Anto — bukan nama sebenarnya. “Anak pertama saya yang berusia sepuluh tahun dititipkan di mertua di Palopo, Sulawesi Selatan,” katanya.
Perempuan kelahiran Bogor, Jawa Barat, ini mengatakan, ia sudah menawarkan anak dalam kandungannya kepada dua orang dengan harga Rp 1 juta. Santi yang enggan menyebut identitas orang yang akan bersedia membeli anak dalam kandungannya karena takut dan tidak ingin menjadi masalah nanti di kemudian hari. Tapi, kepada calon pembeli anaknya itu, ia mengajukan syarat agar tetap bisa menengoknya jika pada suatu saat dirinya rindu dengan darah dagingnya tersebut.
Santi mengakui bahwa tindakan yang dilakukan sangat bertentangan dengan kata hatinya. Tapi, ia terpaksa melakukan ini karena kemiskinan yang dideritanya. Apalagi, suaminya tidak lagi bekerja sebagai juru mudi di kapal tug boat sejak Januari 2010. “Suami saya dipecat,” kata Santi sedih.
Santi mengatakan, kebutuhan hidup semakin memaksanya menguras otak untuk mendapat uang. Apalagi ia masih berutang Rp 550.000 kepada pemilik rumah kontrakan yang pernah disewa oleh Santi dan suaminya di Kampungsawah. “Sebelum tanggal 22 Februari ini harus dilunasi. Saya sudah berjanji lama untuk melunasi utang itu,” katanya.
Bila sudah melunasi tunggakan uang kontrakan itu, maka selain Santi bebas dari utang, ijazah dan buku pelaut yang menjadi jaminan utang tersebut bisa kembali ke tangannya. “Soalnya tanpa ijazah dan buku pelaut itu, suami saya nggak bisa melamar dan kerja lagi. Apalagi suami saya ada tawaran berlayar akhir bulan ini,” katanya.
Bersama suaminya, Santi tinggal di sebuah rumah kontrakan berdinding batako di sebuah kawasan padat penduduk, Kampungbeting. Selain soal utang dan biaya persalinan nantinya, Santi pun masih dipusingkan oleh biaya kontrakan yang disewanya saat ini sebesar Rp 250.000 per bulan.
Seorang tokoh pemuda di lingkungan Kampungbeting, Ricardo Hutahaean, mengatakan bahwa kasus ini bukan yang pertama di Kampungbeting. Beberapa kasus sebelumnya terjadi karena pada umumnya mereka menjual anak dengan dalih untuk membayar ongkos persalinan. “Harga jual bayi dalam kandungan itu rata-rata di bawah Rp 5 juta,” kata Ricardo.
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait, ketika dikonfirmasi menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Santi merupakan tindakan yang menyalahi hukum. “Itu tidak dibenarkan secara agama maupun hukum. Mesti itu baru sekadar niat,” ungkapnya.
Apa yang dilakukan si ibu itu sudah tergolong penjualan anak. Hanya saja modus yang dilakukan berdalih alasan ekonomi. “Yang jelas apa pun alasannya, itu tidak dibenarkan. Apalagi nantinya terjadi transaksi,” jelasnya.
Kalau si ibu tidak mampu, lanjut Arist, serahkan anak itu ke negara. Negara yang akan bertanggung jawab. Selain itu, dinas sosial harus menghambat niat itu dan memberikan jaminan dengan membatu si ibu.
Kalau pun nanti si ibu khawatir akan ongkos persalinan, silakan saja ajukan surat keluarga miskin atau sejenisnya. “Dan pemerintah tidak boleh menolak keinginan bagi mereka yang betul-betul tidak mampu,” ungkap Arist.
http://www.surya.co.id/2010/02/15/bayi-di-kandungan-dijual-rp-1-juta.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar