Prajurit TNI aktif yang tidak kebagian rumah dinas, menghabiskan gaji mereka untuk mengontrak rumah. Butuh tenggang rasa dari para purnawirawan untuk pindah dan memberikan kesempatan tentara muda untuk tinggal di rumah dinas. Sebenarnya tidak cukup kalau hanya meminta kesadaran. TNI harus punya sikap tegas, terutama rumah-rumah dinas yang berubah kepemilikannya. Ini juga harus diusut," kata Winarno salah seorang warga Kramatjati, Jakarta Timur, kepada detikcom, Minggu (15/2/2010).
Winarno adalah putra purnawirawan TNI dan pejuang 1945. Dia mengatakan, banyak prajurit TNI yang mau meninggalkan rumah dinas. Mereka sedikit demi sedikit menabung untuk membeli rumah sendiri dan tinggal di luar Jakarta."Bapak saya dulu dinas di Kostrad. Beliau dulu paham soal kondisi ini. Makanya, kami rela hidup prihatin di rumah dinas untuk menabung sedikit demi sedikit. Akhirnya kami bisa beli rumah di Bogor," ujarnya.
Sebenarnya, langkah ayah Winarno ini juga diikuti banyak prajurit lainnya kala itu. Tapi, sayangnya banyak rumah baru non dinas untuk prajurit yang ditinggal begitu saja dengan beragam alasan, mulai dari sepi, jauh, bahkan sekadar untuk investasi. Akhirnya setelah pensiun mereka tetap menguasai rumah dinas."Mereka nggak tahu apa, kalau begitu itu menyusahkan prajurit aktif," jelasnya.
Ketegasan adalah yang penting saat ini, lanjut Winarno. Banyak rumah dinas TNI yang bersengketa dengan purnawirawan atau beralih kepemilikan. "Coba bayangkan, kok bisa rumah dinas itu ada sertifikatnya? TNI dan BPN bagaimana penanganannya selama ini?" tanyanya.
Kementerian Pertahanan dan TNI juga dinilai tidak tegas soal rumah dinas ini. Mereka memberikan kesempatan kepada purnawirawan dan warakwuri untuk tinggal sampai meninggal dunia. Alasannya adalah sebagai bentuk penghormatan atas pengabdian purnawirawan. "Mereka dihormati. Tapi prajurit yang aktif, yang seharusnya fokus menjaga wilayah negara ini, kok dibiarkan lemah dengan kondisi ekonomi harus mengontrak," tandas Winarno lagi.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dalam surat penjelasannya yang diterima detikcom di Puspen Mabes TNI Cilangkap mengungkapkan hal senada. Akibat kekurangan rumah dinas di lingkungan Kemhan dan TNI, banyak prajurit yang terpaksa tinggal di luar asrama atau rumah dinas.
Mereka mengontrak rumah sebatas kemampuannya. Bahkan ironisnya, justru ada yang menyewa rumah dinas kepada purnawirawan. Selain itu, banyak yang tinggal dengan orang tua atau mertua dengan cara menyekat rumah. Ada juga yang tinggal di kantor, khususnya yang membujang. "Ini tentunya mempengaruhi rasa keadilan. Salah satu dampak yang terjadi, anggota banyak utang karena sebagian gajinya untuk mengontrak rumah," jelas Sjafrie.
Dampak lainnya, anggota telat apel, sulit melaksanakan kesiapsiagaan, muncul disersi, insubordinasi dan indisipliner. "Kondisi ini menjadi beban dan penderitaan yang dirasakan anggota yang tak menempati rumah dinas. Sejak mulai bertugas dan dalam tugas selanjutnya akan terganggu," ungkapnya.
Sjafrie menyampaikan data statistik, butuh 357.874 rumah negara (dinas) di lingkungan Kemhan dan TNI. Namun hanya tersedia 198.170 rumah dan kurang 159.704 rumah (44,6 persen). Dari jumlah rumah dinas yang ada, 80 persen atau 158.661 rumah dihuni prajurit aktif. 39.509 Rumah atau 20 persen dihuni purnawirawan."Kekurangan rumah dinas banyak terdapat pada instansi satuan Bantuan Administrasi, Bantuan Tempur dan Satter, terutama pada level komando atas kantor pusat," ungkapnya lagi.
Sementara untuk lingkup rumah dinas TNI AD di wilayah Kodam Jaya terdapat 8.855 unit rumah dinas yang tersebar di sejumlah wilayah. Namun separuhnya, sebanyak 4.729 rumah dinas atau 53,4 persen dihuni oleh purnawirawan. Prajurit aktif hanya kebagian 1.948 rumah dinas (22 persen). 1.627 rumah (18,4 persen) ditinggali Warakawuri (keluarga dari pensiunan TNI). Penghuni lain yang tidak berhak juga tinggal di 551 rumah dinas (6,2 persen). http://www.detiknews.com/read/2010/02/15/143900/1299834/159/gaji-habis-untuk-kontrakan-banyak-prajurit-berutang
Sebenarnya, langkah ayah Winarno ini juga diikuti banyak prajurit lainnya kala itu. Tapi, sayangnya banyak rumah baru non dinas untuk prajurit yang ditinggal begitu saja dengan beragam alasan, mulai dari sepi, jauh, bahkan sekadar untuk investasi. Akhirnya setelah pensiun mereka tetap menguasai rumah dinas."Mereka nggak tahu apa, kalau begitu itu menyusahkan prajurit aktif," jelasnya.
Ketegasan adalah yang penting saat ini, lanjut Winarno. Banyak rumah dinas TNI yang bersengketa dengan purnawirawan atau beralih kepemilikan. "Coba bayangkan, kok bisa rumah dinas itu ada sertifikatnya? TNI dan BPN bagaimana penanganannya selama ini?" tanyanya.
Kementerian Pertahanan dan TNI juga dinilai tidak tegas soal rumah dinas ini. Mereka memberikan kesempatan kepada purnawirawan dan warakwuri untuk tinggal sampai meninggal dunia. Alasannya adalah sebagai bentuk penghormatan atas pengabdian purnawirawan. "Mereka dihormati. Tapi prajurit yang aktif, yang seharusnya fokus menjaga wilayah negara ini, kok dibiarkan lemah dengan kondisi ekonomi harus mengontrak," tandas Winarno lagi.
Sementara itu, Wakil Menteri Pertahanan Letjen TNI Sjafrie Sjamsoeddin dalam surat penjelasannya yang diterima detikcom di Puspen Mabes TNI Cilangkap mengungkapkan hal senada. Akibat kekurangan rumah dinas di lingkungan Kemhan dan TNI, banyak prajurit yang terpaksa tinggal di luar asrama atau rumah dinas.
Mereka mengontrak rumah sebatas kemampuannya. Bahkan ironisnya, justru ada yang menyewa rumah dinas kepada purnawirawan. Selain itu, banyak yang tinggal dengan orang tua atau mertua dengan cara menyekat rumah. Ada juga yang tinggal di kantor, khususnya yang membujang. "Ini tentunya mempengaruhi rasa keadilan. Salah satu dampak yang terjadi, anggota banyak utang karena sebagian gajinya untuk mengontrak rumah," jelas Sjafrie.
Dampak lainnya, anggota telat apel, sulit melaksanakan kesiapsiagaan, muncul disersi, insubordinasi dan indisipliner. "Kondisi ini menjadi beban dan penderitaan yang dirasakan anggota yang tak menempati rumah dinas. Sejak mulai bertugas dan dalam tugas selanjutnya akan terganggu," ungkapnya.
Sjafrie menyampaikan data statistik, butuh 357.874 rumah negara (dinas) di lingkungan Kemhan dan TNI. Namun hanya tersedia 198.170 rumah dan kurang 159.704 rumah (44,6 persen). Dari jumlah rumah dinas yang ada, 80 persen atau 158.661 rumah dihuni prajurit aktif. 39.509 Rumah atau 20 persen dihuni purnawirawan."Kekurangan rumah dinas banyak terdapat pada instansi satuan Bantuan Administrasi, Bantuan Tempur dan Satter, terutama pada level komando atas kantor pusat," ungkapnya lagi.
Sementara untuk lingkup rumah dinas TNI AD di wilayah Kodam Jaya terdapat 8.855 unit rumah dinas yang tersebar di sejumlah wilayah. Namun separuhnya, sebanyak 4.729 rumah dinas atau 53,4 persen dihuni oleh purnawirawan. Prajurit aktif hanya kebagian 1.948 rumah dinas (22 persen). 1.627 rumah (18,4 persen) ditinggali Warakawuri (keluarga dari pensiunan TNI). Penghuni lain yang tidak berhak juga tinggal di 551 rumah dinas (6,2 persen). http://www.detiknews.com/read/2010/02/15/143900/1299834/159/gaji-habis-untuk-kontrakan-banyak-prajurit-berutang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar