Senin, 22 Februari 2010

Mengapa Jika Dia Janda?

Aku punya masalah yang sulit untuk kupecahkan sendiri. Keluarga pun tak bisa kuajak untuk berembuk, karena masalah ini justru bermula dari keluargaku. Mereka tidak menyetujui hubunganku dengan kekasihku. Padahal hubungan kami sudah sangat serius. Aku tak mungkin berpisah dengannya dan dia pun tak mungkin dapat melepaskanku. Kami sudah merasa lengkap dan cocok untuk menjalani hidup kami bersama.

Masalahnya adalah aku anak pertama di keluarga kami. Dua adikku perempuan, satu sudah bekerja sebagai PNS dan satu masih kuliah di PTS di Solo. Sebagai anak pertama, aku diharapkan orangtua dan keluarga besar menjadi contoh. Dan itu telah aku lakukan. Aku tamat kuliah tepat waktu, dan bekerja langsung. Sekarang posisiku sudah lumayan di sebuah perusahaan jasa ekspor. Dan itu membuat orangtuaku bangga. Nah, masalahnya, kebanggaan itu mulai luntur ketika aku mulai berpacaran dengan Dyna, pacar ketiga selama hidupku.

Aku kenal Dyna dari teman kantorku, Risna. Dyna ini teman senamnya Risna. Nah, ketika kerjaan banyak, Risna kepepet waktu untuk berangkat senam, dan minta tolong aku antar. Di sanggar itulah aku melihat Dyna, dan diperkenalkan oleh Risna. Setelah itu, kami berhubungan sendiri, dan nyaman dengan komunikasi kami.

Dyna tidak terlalu cantik sih, tapi enak dipandang. Tubuhnya sangat proporsional. Jujur saja, awalnya aku sangat mengagumi bentuk tubuhnya yang seksi dan padat. Maklum, aku melihat dia pertama kali berbalut kostum senam yang ketat. Mata lelaki, tahu sendirilah. Tapi, setelah kenal lebih lama, aku juga tahu bahwa dia memang enak dijadikan teman bicara. Dia sabar mendengar, dan selalu bertindak apa adanya, tidak dibuat-buat. Aku suka dengan perempuan yang seperti itu. Usia kami kebetulan masih seumuran, dia empat bulan lebih tua dariku. Dyna juga bekerja sebagai tenaga administrasi di kantor pemerintahan. Dan menurut Risna, Dyna amat populer. Aku percaya karena dia memang cantik.

Berkali-kali berbicara lewat telepon, akhirnya kami jadi sering bertemu makan siang atau makan malam. Terkadang aku memintanya menemani di akhir pekan, dan dia tak menolak. Aku merasa mendapat angin. Aku mulai berharap. Namun, ketika empat bulan kedekatan kami dan aku mulai merasakan kangen jika tak bertemu, Dyna menjelaskan situasi dirinya. Dyna mengaku bukan lagi perawan. Aku kaget, dan merasa kecewa. Tapi tak mengapalah, jaman sekarang, tak pantas kiranya memasalahkan keperawanan seseorang, meski aku sendiri masih perjaka. Pengakuan kedua membuat aku agak lega sekaligus kaget. Ternyata, hilangnya keperawanan Dyna bukan karena dia liar atau menganut seks bebas, tapi disebabkan sudah dia serahkan pada suaminya. Iya, Dyna sudah menikah, punya satu anak, dan sekarang menjanda. Dyna seorang janda.

Awalnya aku kaget juga, meski di depannya aku berlagak tegar dan tak kaget apalagi memasalahkannya. Tapi setelah pengakuan itu, aku butuh dua minggu untuk dapat kembali menerima keadaannya. Dan ketika aku menghubunginya, dia senang sekali. Dia takut aku pergi setelah tahu statusnya. Aku ternyata memang menyukainya. Dan dua minggu itu aku merasa tersiksa. Persetanlah dgan kejandaannya. Janda malah asyik, sudah pengalaman, hahaha... canda lho, pembaca.

Aku sempat marah pada Risna karena dia tak berterus-terang. Tapi Risnma punya alasan yang bagus, kalau dia tak berhak membongkar status orang lain tanpa izin dari yang bersangkutan. Aku kemudian dikenalkan dengan anaknya, Divana Resky Amirakanda. Nama yang bagus ya, seperti anaknya yang mungil, masih 3 tahun kurang. Aku jadi tambah suka dengan Dyna, dan sering menghabiskan waktu di rumahnya untuk bermain bersama anaknya, dan ibunya juga, hahaha.... Tapi bermain yang positif lho, jangan ngeres lho, pembaca.

Nah, kedekatanku dan keseriusanku ini dicium keluarga. Mereka pun minta aku mengenalkan Dyna. Aku pun membawa Dyna ke rumah. Ibuku langsung senang, ayahku apalagi. Mana ada ayah yang gak suka anaknya mendapatkan perempuan yang seksi dan cantik seperti Dyna, hahaha... Setelah semua mengatakan suka, barulah dalam rapat keluarga aku bukakan status Dyna. Lhadhalah, rasa suka itu berubah kaget. Ibu tak menerima, ayah menganggukkan kepala. Pamanku malah merasa dia yang pantas untuk Dyna. Huh, enak saja! Aku mencoba menjelaskan kepada Ibu, tapi ibu sulit mengerti. Ibu berharap aku menikah "normal". Masa baru kawin ibu sudah langsung dapat cucu, katanya. Ayah lebih rileks, katanya lumayan bisa dapat menantu yang bisa dipandangi setiap hari. Dasar ayah, suka becanda.

Ibu ternyata serius. Adikku dikompori, juga bude dan tante-tante. Tapi tak banyak yang terhasut. Adikku cuek, dan kebetulan mereka langsung dekat dengan Dyna. Tinggal ibu dan dua bude yang tak setuju. Tapi aku tak mundur. Dyna tetap aku ajak ke rumah. Dan ibu, yang tak bisa mengecewakan aku, terpaksa selalu bermanis manja dengan Dyna. Aku dan ayah suka tertawa melihatnya. Tapi ibu tetap nekad, tak merestuiku.

Pembaca, mengapa rupanya kalau aku menikah dengan janda. Iya sih,karena janda cerai, ibu benar juga kalau nanti masalah Divana akan membuat repot, dan selalu akan berhubungan dengan mantan suaminya. Tapi itu kan perkara mudah, aplagi mantan suaminya sudah punya istri lagi. Benar juga, ibu tak ingin aku kecewa karena mendapatkan perempuan yang lebih matang di dalam berumah tangga, kata ibu, posisi kami tak seimbang, aku kalah. Tapi bukankah itu bagus, aku jadi bisa belajar pada Dyna. Tapi ruwetlah, ibu tetap tak setuju. Payah. Gak bisa lagi dinegosiasi. Buntu tu tu. Mumet met met. Kacau. Aku jadi kasihan sama Dyna.

Pernah aku berpikir untuk menghamili Dyna dulu agar direstui. Eh, malah Dyna yang nggak mau. Katanya, rencana itu banyakan enak diaku gak enak didia, hahaha... Pusinglah. Bagaimana nih, bantu aku ya? untuk redaksi yang memuat curhatku ini, aku janji, saran yang baik dan bisa aku realisasikan, akan aku berikan kenang-kenangan deh. Please, dimuat ya? Maturnuwun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar