Emo yang waktu itu tergesa-gesa karena mempunyai urusan lain, tidak sempat menunggui temannya hingga selesai mengurus akta kematian. Jadi, tidak mengetahui apakah temannya juga dikenai pungutan administrasi sukarela atau tidak. “Orang yang mengurus akta kematian kan dalam keadaan duka, kasihan kalau mereka ditarik pungutan. Dan biasanya pembayaran pengurusan surat-surat kan di kasir,” kata Emo yang juga seorang wartawan salah satu stasiun radio nasional itu.
Kena Rp 50.000 Pengalaman serupa juga terjadi di Dinas Ketertiban (Dintib) Kota Yogyakarta, Kamis (4/2). Saat di Kantor Dintib, Suara Merdeka sempat berbincang-bincang dengan salah seorang pedagang kaki lima (PKL). Ternyata dia sedang mengambil kartu tanda penduduk (KTP) setelah pada Minggu (31/1) pagi dia terjaring razia PKL di Alun-alun Selatan. “Kena Rp 50.000 untuk mengambil KTP. Saya tawar tidak bisa, ini lho tanda terimanya,” kata pedagang soto keliling itu, seraya menunjukkan bukti pembayaran dari Dintib.
Beberapa kejadian itu membuktikan, meski menyandang kota terbersih dari korupsi berdasarkan hasil survei Transparency International Indonesia (TII) 2008, Yogyakarta belum sepenuhnya terbebas dari praktik pungutan liar (pungli).
Saat menanggapi temuan itu, Wali Kota Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengatakan, loket akta kematian di bawah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), bukan Dinas Perizinan, meskipun berada dalam satu gedung. Orang nomor satu di lingkungan Pemkot itu mengaku terenyuh dengan kejadian semacam itu. Karena secara aturan memang tidak ada pungutan administrasi tersebut. “Saya tegaskan tidak ada. Tidak boleh ada kata meminta (pungutan),” katanya.
Menurutnya, Pemkot justru memberikan uang santunan kematian Rp 600.000 kepada warga Kota Yogyakarta yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP dan kartu identitas anak (KIA). Uang tersebut diharapkan sedikit meringankan beban keluarga yang ditinggalkan. “Bisa untuk biaya tahlilan atau apa,” ujar Wali Kota.
Berkaitan dengan kasus itu, Herry berjanji akan memprosesnya dan memberikan sanksi hukum kepada pelaku pemungutan administrasi sukarela tersebut. “Mungkin seminggu lagi dia sudah tidak akan di sana. Artinya, dia dipindahkan ke bagian yang tidak banyak godaannya,” jelasnya.
Terkait kasus di Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Wali Kota mengaku belum akan melakukan tindakan. Sebab, berdasarkan informasi, baru sebatas katanya. Jika PKL soto yang dimintai uang saat menebus KTP itu berani bersaksi di depannya, baru akan ada tindakan. “Saya akan percaya, jika pedagang tersebut mau bersaksi di depan saya,” kata Wali Kota http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/08/98175/Mulai-Merebak-Indikasi-Pungli-di-Pemkot
Beberapa kejadian itu membuktikan, meski menyandang kota terbersih dari korupsi berdasarkan hasil survei Transparency International Indonesia (TII) 2008, Yogyakarta belum sepenuhnya terbebas dari praktik pungutan liar (pungli).
Saat menanggapi temuan itu, Wali Kota Kota Yogyakarta Herry Zudianto mengatakan, loket akta kematian di bawah Dinas Sosial Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans), bukan Dinas Perizinan, meskipun berada dalam satu gedung. Orang nomor satu di lingkungan Pemkot itu mengaku terenyuh dengan kejadian semacam itu. Karena secara aturan memang tidak ada pungutan administrasi tersebut. “Saya tegaskan tidak ada. Tidak boleh ada kata meminta (pungutan),” katanya.
Menurutnya, Pemkot justru memberikan uang santunan kematian Rp 600.000 kepada warga Kota Yogyakarta yang dibuktikan dengan kepemilikan KTP dan kartu identitas anak (KIA). Uang tersebut diharapkan sedikit meringankan beban keluarga yang ditinggalkan. “Bisa untuk biaya tahlilan atau apa,” ujar Wali Kota.
Berkaitan dengan kasus itu, Herry berjanji akan memprosesnya dan memberikan sanksi hukum kepada pelaku pemungutan administrasi sukarela tersebut. “Mungkin seminggu lagi dia sudah tidak akan di sana. Artinya, dia dipindahkan ke bagian yang tidak banyak godaannya,” jelasnya.
Terkait kasus di Dinas Ketertiban Kota Yogyakarta, Wali Kota mengaku belum akan melakukan tindakan. Sebab, berdasarkan informasi, baru sebatas katanya. Jika PKL soto yang dimintai uang saat menebus KTP itu berani bersaksi di depannya, baru akan ada tindakan. “Saya akan percaya, jika pedagang tersebut mau bersaksi di depan saya,” kata Wali Kota http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/cetak/2010/02/08/98175/Mulai-Merebak-Indikasi-Pungli-di-Pemkot
Tidak ada komentar:
Posting Komentar