Kejaksaan Negeri (Kejari) Jombang melakukan tindakan tak profesional. Sepasang suami-istri (pasutri) Sutono, 47, dan Sanimah, 43, warga Dusun Gerbong, Desa Sambirejo, Kecamatan Jogoroto, dinyatakan sebagai pelaku penganiayaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia alias pembunuhan.
Hal itu jelas tertulis dalam dua surat perintah penahanan terhadap kedua terdakwa, yang ditandatangani Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jombang, M Sunarto SH. Tepatnya pada bagian pertimbangan atau konsideran. Padahal, yang dilakukan pasutri itu adalah penganiayaan ringan.
Pada bagian pertimbangan huruf a, baik untuk surat perintah penahanan terhadap Sutono maupun Sanimah, tertulis, ‘Uraian singkat perkara yang dilanggar, melakukan tindak pidana penganiayaan secara bersama-sama hingga mengakibatkan korban meninggal. Melanggar Pasal 170 (1)(2) Ke 1e KUHP’.
Akibat kecerobohan itu, terdakwa maupun keluarganya resah. Mereka khawatir terdakwa mendapat vonis yang berat saat disidang di pengadilan nanti. “Kami minta ini diluruskan,” kata Sudjai, menantu kedua terdakwa, Senin (15/2). Menurut Sudjai, korban penganiayaan kedua terdakwa, yakni Siti Muntamah, 38, warga Dusun Gerbong, hingga sekarang masih hidup. ”Ini kami mintakan juga surat keterangan dari kepala desa yang menyatakan korban masih hidup,” terang Sudjai.
Dia lantas menyodorkan selembar foto kopi surat pernyataan yang ditandatangani Zainul Arifin, Kepala Desa (Kades) Sambirejo. Isi surat tertanggal 15 Februari itu, pada intinya menerangkan Siti Muntamah masih hidup, segar bugar, dan dapat beraktivitas setiap hari. Menurut Sudjai, kedua terdakwa, Sutono dan Sanimah, ditahan Kejari di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Jombang sejak, 11 Februari 2010, setelah mendapat limpahan perkara dari Polres Jombang.
Keduanya, masih menurut Sudjai, ditangkap polisi akibat dituding mengeroyok Siti Muntamah, 17 Desember 2009. Tudingan pengeroyokan itu bermula dari pergunjingan yang disebut-sebut dilakukan Siti Muntamah terhadap keluarga terdakwa, pada 13 Desember.
Siti Muntamah, menurut Sudjai, bersama beberapa temannya bergunjing tentang aib keluarga terdakwa. Siti Muntamah disebut menggunjingkan anak perempuan terdakwa, yang dicurigai hamil sebelum nikah. Kedua terdakwa yang tidak terima dengan pergunjingan itu lantas mendatangi rumah Muntamah yang berjarak sekitar 30 meter dari rumah mereka. Terjadi adu mulut, dan selanjutnya kedua terdakwa menyeret Muntamah masuk ke rumah kedua terdakwa.
Sanimah memegang tangan korban sembari menariknya, sedangkan Sutono mencengkeram tengkuk korban. ”Sambil menyeret Bu Muntamah, bapak bilang ’ayo mlebu, ketimbang rame nang njaba ngisin-isini’ (Ayo masuk, daripada ramai di luar memalukan, Red),” ungkap Sudjai. Kedua terdakwa meminta korban menceritakan isi pergunjingan, serta siapa saja yang bergunjing. Usai itu, Muntamah pulang, dan berjanji mencari teman-temannya yang bergunjing.
Tapi korban justru melapor ke Polsek Jogoroto. Dan setelah polisi melakukan penyidikan, termasuk minta visum untuk korban, pasutri itu dinyatakan sebagai tersangka karena melakukan penganiayaan atau pengeroyokan. Disebutkan, Muntamah terluka di bagian punggungnya karena tercakar namun tidak parah. Oleh polisi, keduanya tidak ditahan, baik selama penyidikan maupun setelah pasutri itu dinyatakan sebagai tersangka. ”Bapak dan ibu hanya diminta wajib lapor seminggu dua kali,” kata Sudjai.
Diancam 5 Tahun
Kepala Kejari Jombang, Sunarto SH, saat dikonfirmasi, setelah membaca foto kopi surat perintah penahanan terhadap kedua tersangka, mengakui pihaknya memang melakukan kesalahan. Namun kesalahan itu sifatnya sepele, karena hanya salah ketik atau salah tulis.”Ini kesalahan administrasi, bukan substansi perkara. Sebab, di situ masih tertulis pasal yang dilanggar pasal 170, yang intinya penganiayaan yang menyebabkan luka,” kata Sunarto.
Dia berjanji secepatnya memperbaiki surat perintah penahahan tersebut, dan menjamin kesalahan itu tidak berpengaruh terhadap tuntutan jaksa maupun vonis majelis hakim. Soal ditahannya terdakwa, padahal penganiayaan yang dilakukan tergolong ringan, Sunarto berkilah hal itu dilakukan karena ancaman hukuman untuk terdakwa adalah lima tahun.”Selain itu, dikhawatirkan terdakwa bisa mengulangi perbuatannya, karena rumahnya berdekatan dengan rumah korban,” timpal Anik Partini, jaksa penuntut umum kasus ini, yang sengaja dipanggil Sunarto ke ruangannya.
Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum (LPBH) NU, Aan Anshory, menyesalkan ketidakprofesionalan dalam bentuk salah ketik perintah penahanan, yang dilakukan kejaksaan. ”Ini bukan persoalan sepele, karena efeknya bisa menyengsarakan terdakwa kalau tidak terungkap,” kata Aan.
Aan juga menyayangkan ditahannya kedua terdakwa oleh kejaksaan. Sebab, dalam pandangan Aan, penganiayaan yang dilakukan keduanya tergolong ringan.”Di kepolisian saja tidak ditahan, mengapa di kejaksaan mesti ditahan. Harusnya penahanan bisa ditangguhkan atau dialihkan menjadi tahanan kota atau sejenisnya,” tandas Aan Anshory.
Aan tidak sepakat pula dengan alasan bahwa penahanan dilakukan karena khawatir terdakwa bakal mengulangi perbuatannya. ”Sebab sudah terbukti, saat kasusnya masih dalam proses di polsek, keduanya juga tidak ditahan. Keduanya juga tidak melakukan perbuatan yang dikhawatirkan kejaksaan,” imbuh Aan.
Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Airlangga (Unair), Prof Haryono Mintaroem mengatakan, salah ketik dakwaan tersebut memang tidak serta merta membebaskan terdakwa dari tahanan. Sebab, pasal dakwaan (Pasal 370 ayat 1 dan 2 KUHP) yang digunakan jaksa memungkinkan terdakwa ditahan.“Kalau terdakwa tidak ingin ditahan, mereka bisa mengajukan penangguhan penahanan,” jelas Haryono.
Namun, Haryono menambahkan, apabila memang benar bahwa penganiayaan yang dilakukan para terdakwa ringan, yakni hanya menyebabkan korban babras atau tergores, sebetulnya lebih pas mereka dikenai Pasal 352 KUHP tentang penganiayaan ringan dengan pidana penjara paling lama 3 bulan.“Itu bisa dibuktikan nanti di pengadilan. Sebaiknya terdakwa didampingi kuasa hukum agar mendapatkan pembelaan hukum yang sesuai,” kata Haryono http://www.surya.co.id/2010/02/16/salah-ketik-didakwa-membunuh.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar