1795. Perancis, minggu malam, Jean Valjen, seorang gembel mengendap-endap di toko roti Place de l`Englise untuk mengambil roti bagi 7 anaknya dan dia yang telah seharian tak makan. Apa nyana, aksi 'pencurian' tersebut diketahui oleh pemilik toko, Maubert Isabeau dan terjadilah aksi kejar-kejaran.
Untuk menghilangkan barang bukti, roti-roti tersebut, dia lemparkan ke jalanan dari tangannya yang berlumuran darah akibat memecahkan kaca jendela. “Pencurian di malam hari di rumah kosong,” bunyi ancaman pidana bagi Jean Valjen.
Alhasil, dia dijebloskan ke penjara selama 19 tahun, di Toulon, 27 hari perjalanan kereta berkuda dari Paris. Dengan rantai di leher, kini Jean Valjen berubah nama menjadi 24.601. Dan jangan tanya, bagaimana nasib ke 7 anaknya dan kakaknya.
3 September 2009. Jalan Benda, Kemayoran, Jakarta Pusat. Chairul Saleh, pemulung yang sedang asyik menikmati kopi tiba-tiba saja di tuduh memiliki ganja. Bersaksikan bumi dan langit serta beberapa pemulung lainnya, dia seret ke Polsek Kemayoran. Tak sampai 6 jam, BAP pun selesai dan dia dituduh pemilik ganja seberat 1,6 gram.
Apa lacur, fakta persidangan berkata lain. Di depan hakim ketua Syafrudin, 5 penyidik tak ada satupun yang mau bertanggungjawab atas isi BAP tersebut. Bahkan, salah satu penyidik yang juga Kanit Narkoba, Aiptu Yulianto, tak mengetahui kebenaraan isi BAP. “Tapi itu tandatangan saya,” akunya di depan hakim.
Ulah Brigadir Polisi tersebut, berimbas kepada orang nomor 1 di tubuh Polri, Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. Dia langsung menelpon Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono untuk meminta kepastian adanya rekayasa tersebut, Jumat lalu.
Tak berapa lama, Polda Metro Jaya, lewat humasnya, Kombes Pol Boy Rafli Amar mengakui hal tersebut. “Rekayasa ini ada di alat bukti berupa keterangan saksi polisi. Polisi yang tidak ikut menangkap dimasukkan ke BAP padahal dia tidak ikut menangkap," ujarnya.
Hari ini, Chairul Saleh akan diperdengarkan kesaksiannya di PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada. Meski kesaksian terdakwa merupakan barang bukti yang paling lemah dan hakim bisa mengesampingkan, tapi publik akan bisa melihat bagaimana Saleh bercerita tentang ke-dzaliman yang dialaminya.
Baik Jean Valjean ataupun Chairul Saleh, sama-sama merupakan pembuktian supremasi hukum pidana. Bagaimana hakim harus menimbang tujuan hukuman pidana antara keadilan procedural (penangkapan, BAP hingga proses peradilan) maupun keadilan substansial (nilai yang terkandung dalam isi putusan).
Perdebatan kedua keadilan tersebut, Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin Tumpa memberikan pedoman yang disampaikann dalam sebuah seminar dangan peserta hakim peradilan agama di seluruh Indonesia, Jumat lalu di Hotel Red Top, Pecenongan.
"Tugas hakim adalah mewujudkan keadilan prosedural dan keadilan substansial. Hakim tidak boleh mengutamakan salah satu keadilan. Keduanya harus selalu ada dalam memutus suatu perkara. Karena kedua sisi ini sama pentingnya untuk ditegakkan karena apabila salah satu ditinggalkan maka yang terjadi adalah ketidakadilan,” ujarnya.
http://www.detiknews.com/read/2010/02/22/063533/1303926/10/jean-valjen-chairul-saleh-dan-keadilan-bagi-kaum-miskin
Untuk menghilangkan barang bukti, roti-roti tersebut, dia lemparkan ke jalanan dari tangannya yang berlumuran darah akibat memecahkan kaca jendela. “Pencurian di malam hari di rumah kosong,” bunyi ancaman pidana bagi Jean Valjen.
Alhasil, dia dijebloskan ke penjara selama 19 tahun, di Toulon, 27 hari perjalanan kereta berkuda dari Paris. Dengan rantai di leher, kini Jean Valjen berubah nama menjadi 24.601. Dan jangan tanya, bagaimana nasib ke 7 anaknya dan kakaknya.
3 September 2009. Jalan Benda, Kemayoran, Jakarta Pusat. Chairul Saleh, pemulung yang sedang asyik menikmati kopi tiba-tiba saja di tuduh memiliki ganja. Bersaksikan bumi dan langit serta beberapa pemulung lainnya, dia seret ke Polsek Kemayoran. Tak sampai 6 jam, BAP pun selesai dan dia dituduh pemilik ganja seberat 1,6 gram.
Apa lacur, fakta persidangan berkata lain. Di depan hakim ketua Syafrudin, 5 penyidik tak ada satupun yang mau bertanggungjawab atas isi BAP tersebut. Bahkan, salah satu penyidik yang juga Kanit Narkoba, Aiptu Yulianto, tak mengetahui kebenaraan isi BAP. “Tapi itu tandatangan saya,” akunya di depan hakim.
Ulah Brigadir Polisi tersebut, berimbas kepada orang nomor 1 di tubuh Polri, Jenderal Polisi Bambang Hendarso Danuri. Dia langsung menelpon Kapolda Metro Jaya Irjen Wahyono untuk meminta kepastian adanya rekayasa tersebut, Jumat lalu.
Tak berapa lama, Polda Metro Jaya, lewat humasnya, Kombes Pol Boy Rafli Amar mengakui hal tersebut. “Rekayasa ini ada di alat bukti berupa keterangan saksi polisi. Polisi yang tidak ikut menangkap dimasukkan ke BAP padahal dia tidak ikut menangkap," ujarnya.
Hari ini, Chairul Saleh akan diperdengarkan kesaksiannya di PN Jakarta Pusat, Jalan Gajah Mada. Meski kesaksian terdakwa merupakan barang bukti yang paling lemah dan hakim bisa mengesampingkan, tapi publik akan bisa melihat bagaimana Saleh bercerita tentang ke-dzaliman yang dialaminya.
Baik Jean Valjean ataupun Chairul Saleh, sama-sama merupakan pembuktian supremasi hukum pidana. Bagaimana hakim harus menimbang tujuan hukuman pidana antara keadilan procedural (penangkapan, BAP hingga proses peradilan) maupun keadilan substansial (nilai yang terkandung dalam isi putusan).
Perdebatan kedua keadilan tersebut, Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin Tumpa memberikan pedoman yang disampaikann dalam sebuah seminar dangan peserta hakim peradilan agama di seluruh Indonesia, Jumat lalu di Hotel Red Top, Pecenongan.
"Tugas hakim adalah mewujudkan keadilan prosedural dan keadilan substansial. Hakim tidak boleh mengutamakan salah satu keadilan. Keduanya harus selalu ada dalam memutus suatu perkara. Karena kedua sisi ini sama pentingnya untuk ditegakkan karena apabila salah satu ditinggalkan maka yang terjadi adalah ketidakadilan,” ujarnya.
http://www.detiknews.com/read/2010/02/22/063533/1303926/10/jean-valjen-chairul-saleh-dan-keadilan-bagi-kaum-miskin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar