Senin, 22 Februari 2010

Dimadu pun Aku rela asalkan dia tetap bersama saya

Pada bulan oktober tahun 1996 kami bertemu, awal perjumpaan kami adalah pada saat saya dan dia sedang ada tes caturwulan pertama. Ya waktu itu kami bertemu masih sama-sama duduk di kelas 3 SMP. Kami satu sekolah tapi tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Saya orang yang tertutup dan pendiam, terutama pada laki-laki.

Semenjak duduk satu bangku saat tes itu kami menjadi akrab dan dekat. Singkat cerita saya dan dia akhirnya jatuh cinta dan ia menyatakan cintanya pada saya tanggal 18 April 1997, saat itu malam takbiran Idul Adha. Dunia serasa milik berdua kami sering jalan bagaimana layaknya orang yang sedang dimabuk cinta.

Hal yang saya takutkan akhirnya pun terjadi, saat kami harus pisah sekolah. Saya sangat takut kehilangannya karena saya sangat mencintainya. Kami memang pisah sekolah tapi hubungan kami tetap berjalan. Saya masuk sebuah SMK swasta di daerah Kayu Tinggi Jakarata Timur, sementara ia masuk STM Swasta di daerah penggilingan Jakarta Timur juga. Setahun pertama pisah sekolah, hubungan kami berjalan lancar. Ia tetap menjemput saya setiap pulang sekolah karena saya masuk siang dan pulang habis magrib. Namun pada saat kelas 2 godaan pun mulai timbul. Ia sering saya dapati memboncengi wanita lain dan jalan dengan wanita lain. Namun akhirnya dia minta maaf dan saya terima. Selalu begitu dan begitu tiap kali dia selingkuh dia selalu minta maaf.

Ketika sudah lulus sekolah, saya bekerja di perusahaan swasta milik Jepang dan ia melanjutkan kuliah namun gagal di tengah jalan. Akhirnya dia bekerja di sebuah perusahaan swasta di sebuah kawasan industri di Pulo Gadung. Kami sudah matang untuk merencanakan suatu pernikahan, namun cobaan datang lagi. Pada saat itu dia dan orang tuanya sudah datang melamar ke rumah saya namun tidak lama kemudian dia dan orang tuanya datang lagi ke rumah seorang gadis dan melamarnya pula. Saya mendengar hal itu dari bibi dan saudaranya yang masih peduli pada saya. Akhirnya saya datangi wanita itu dan meminta membatalkan acara lamaran itu. Wanita itu pun mau mengerti dan akhirnya saya dan dia dapat segera menikah.

Tahun pertama pernikahan saya rasakan sangat bahagia. Akhirnya saya dapat menikah dengan orang yang sangat saya cintai dan saya kasihi. Terutama pada saat saya hamil dia begitu perhatian pada saya dan memberikan yang saya butuhkan saat itu. Namun badai pun datang lagi setelah saya melahirkan anak pertama pada tanggal 15 Juni 2005. Pada bulan November 2005, setelah lebaran Idul Fitri, kami pindah ke rumah orangtua suami. Selama ini kami tinggal di rumah orangtua saya. Saya tinggal di sana hanya sebulan karena tidak tahan dengan sikap kedua mertua yang terlalu mengatur kami. Akhirnya pada 9 Desember 2005 saya kembali ke rumah orangtua saya sendiri dan kami pisah rumah sampai sekarang. Saya selalu minta kejelasan status saya padanya apakah akan berpisah darinya atau kami akan rujuk, karena dia tidak pernah memberi ke jelasan dan bahkan bersikap semau nya. Sementara itu orangtuanya ingin kita kembali sehabis lebaran Idul Fitri kemarin. Namun apa yang terjadi? Ternyata dia sudah ada WIL, yang hamil 2 bulan. Saya merasakan dunia seakan runtuh, hati hancur berkeping-keping.

Saya berusaha agar kami tidak berpisah karena saya memikirkan nasib anak saya dan hutang-hutang yang dia tinggalkan pada saya. Dia banyak berhutang pada bank dan saya yang harus menanggungnya karena atas nama saya, sementara semua uangnya dia yang pakai. Kemudian, dia balik memfitnah saya dan menyebarkannya bahwa saya pun selingkuh dengan teman kantor. Dan lebih parahnya lagi dia bilang pada semua orang kalau saya hamil dengan orang lain. Sungguh hal ini yang membuat hati saya marah dan lebih sakit hati daripada saat dia berselingkuh. Saya berani bersumpah demi Allah, demi anak saya yang berumur 1,5 tahun, kalau saya tidak pernah selingkuh! Bahkan bersumpah pocong pun saya berani.

Bagaimana saya bisa selingkuh dan memberikan tubuh saya pada sembarang orang sementara selama ini saya tidak pernah membuka pintu hati saya untuk siapa pun! Jangan kan tubuh, hati ini pun tak akan pernah saya berikan pada siapa pun selain suami saya! Saya sangat mencintainya dan dia adalah ayah dari anak saya. Sampai pada saat saya menulis kisah ini pun status saya masih mengambang dan kami bagaikan musuh. Padahal saya sudah berusaha lembut dan baik padanya tapi seakan dia sudah jijik melihat saya.

Pembaca, tolong apa yang harus saya lakukan? Saya benar-benar sudah tidak sanggup lagi menahan derita ini. Saya sangat menyayanginya dan mencintainya! Saya tak sanggup berpisah darinya. Dimadu pun saya rela asalkan dia tetap bersama saya. Tapi kenapa dia harus memfitnah saya? Saya sungguh menderita

1 komentar: