Pria kurus itu menghentikan sepedanya di depan Universitas As-Syafiiyah Pondok Gede, Jakarta Timur. Lutfi namanya, dia melambaikan tangan dan memberi tanda agar detikcom mengikuti kayuhan sepedanya di jalan kecil di samping kiri kampus tersebut. Setelah 7 tikungan, Lutfi berhenti di sebuah bangunan berwarna biru tua, penuh dengan grafiti. Bangunan dua lantai itu adalah rumah tinggal sekaligus studio rekaman. Di dalam rumah, sobat-sobat Lutfi sudah menunggu, Asep, Darma dan Agus. Mereka bersuka cita menyambut dua nasi bungkus berlauk orek tempe, sayur dan telur yang dibawa Lutfi."Makan Mas! Jangan khawatir, kita tidak menginjak dan meludahi nasi ini," ajak Darma sambil menyuap nasi bersama teman-temannya di lantai, Rabu (3/2/2010).
Perkataan Darma ini sekedar memberi tahu, kalau cara makan mereka tidak seperti gaya anak-anak punk lain yang lazim ditemui di sejumlah perempatan jalan di Jakarta. "Kalau dulu saya paling makan dari tempat sampah atau makanan sisa orang lain. Tapi kalau anak punk sekarang kalau mereka makan, nasinya diinjak-injak lebih dulu dan diludahi. Itu sudah kelewatan," terang Darma yang akrab dipanggil Ambon itu.
Perbedaan mereka dengan anak-anak punk yang lain rupanya bukan hanya soal makanan. Gaya hidup Darma dan teman-temannya kini juga berbeda dengan anak-anak punk yang lain. Mereka mengaku sudah pensiun dari mengkonsumsi narkoba atau hubungan seks bebas. "Yang pasti kami sekarang bukan anak punk yang anti Tuhan," timpal Asep yang lengan kirinya berbalut tato bergambar naga.
Perbedaan mereka dengan anak-anak punk yang lain rupanya bukan hanya soal makanan. Gaya hidup Darma dan teman-temannya kini juga berbeda dengan anak-anak punk yang lain. Mereka mengaku sudah pensiun dari mengkonsumsi narkoba atau hubungan seks bebas. "Yang pasti kami sekarang bukan anak punk yang anti Tuhan," timpal Asep yang lengan kirinya berbalut tato bergambar naga.
Selama ini, komunitas punk memang dikenal dengan gaya hidupnya yang serba bebas. Mereka berupaya melepaskan diri dari berbagai aturan, baik norma masyarakat, aturan pemerintah, maupun agama. Bagi mereka, gaya punk bukan sekadar corak dalam bermusik. Punk sudah menjadi ideologi. Mereka menganut anarkisme yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa aturan.
Namun, lama kelamaan Darma dan kawan-kawannya jenuh. Mereka tetap ingin nge-punk dalam bermusik, tapi mereka sudah lelah dengan berbagai budaya punk yang negatif. Komunitas Punk Muslim pun lalu lahir untuk menjadi wadah mereka memadukan punk dan mendalami lagi spiritualitas. Komunitas yang didirikan almarhum Budi Khoyroni, pendiri komunitas Warung Udik Pulogadung, masih tetap bermusik dan ber-punk ria tapi tanpa narkoba tentunya."Terus terang kami sudah jenuh dengan gaya hidup punk yang selama bertahun-tahun kami jalani. Sekarang pemberontakan yang kami lakukan untuk diri sendiri. Pemberontakan dari keterjebakan kami selama ini," ujar Darma yang sering mengamen di kawasan Pulogadung.
Komunitas ini pun menyalurkan aspirasi mereka lewat sebuah band punk yang juga bernama Punk Muslim. Grup ini telah menelurkan sebuah album indie label yang berjudul 'Soul Revolution'. Dalam album yang dirilis 2007 itu, Punk Muslim mencoba memadukan aliran musik punk dengan syair-syair yang religi. Dengar saja lagu-lagu mereka di album itu, ada 'Muhammad Fans Klub', 'Marhaban Ya Ramadhan', serta 'Sa'labah'.
Namun, lama kelamaan Darma dan kawan-kawannya jenuh. Mereka tetap ingin nge-punk dalam bermusik, tapi mereka sudah lelah dengan berbagai budaya punk yang negatif. Komunitas Punk Muslim pun lalu lahir untuk menjadi wadah mereka memadukan punk dan mendalami lagi spiritualitas. Komunitas yang didirikan almarhum Budi Khoyroni, pendiri komunitas Warung Udik Pulogadung, masih tetap bermusik dan ber-punk ria tapi tanpa narkoba tentunya."Terus terang kami sudah jenuh dengan gaya hidup punk yang selama bertahun-tahun kami jalani. Sekarang pemberontakan yang kami lakukan untuk diri sendiri. Pemberontakan dari keterjebakan kami selama ini," ujar Darma yang sering mengamen di kawasan Pulogadung.
Komunitas ini pun menyalurkan aspirasi mereka lewat sebuah band punk yang juga bernama Punk Muslim. Grup ini telah menelurkan sebuah album indie label yang berjudul 'Soul Revolution'. Dalam album yang dirilis 2007 itu, Punk Muslim mencoba memadukan aliran musik punk dengan syair-syair yang religi. Dengar saja lagu-lagu mereka di album itu, ada 'Muhammad Fans Klub', 'Marhaban Ya Ramadhan', serta 'Sa'labah'.
Nuansa yang sama juga akan ditampilkan dalam album ke 2 Punk Muslim yang akan dirilis tahun ini. Dalam album yang rencananya diberi judul 'Anarchy In A Dark Show', Punk Muslim ingin menyampaikan pesan pembebasan. Maksudnya adalah, pembebasan dari dunia gelap yang selama ini mereka jalani sebagai anak punk.
Para Punkers yang tergabung dalam Punk Muslim memang mengalami banyak perubahan gaya hidup. Namun mengamen dari bis ke bis tetap mereka lakukan. Begitu juga dengan nongkrong di pinggiran jalan. "Bermusik (mengamen) sudah menjadi kehidupan kami. Karena dari situ gue dan teman-teman bisa makan dan ngerokok," tutur Darma dan Asep serempak.
Para anggota Punk Muslim ini mengakui, mereka kini sangat nyaman dengan kehidupan punk yang sekarang mereka jalani. Mereka merasa punya harapan untuk menatap masa depan yang lebih baik. Kehidupan punk yang bebas dan tak ber-Tuhan kini sudah tinggal sejarah. Selain nongkrong dan bermusik mereka kini punya kegiatan baru, yakni mengaji bersama setiap malam Jumat."Tiap ngamen atau manggung sekarang, kami selalu bawa sarung untuk salat," tandas Darma.
Para Punkers yang tergabung dalam Punk Muslim memang mengalami banyak perubahan gaya hidup. Namun mengamen dari bis ke bis tetap mereka lakukan. Begitu juga dengan nongkrong di pinggiran jalan. "Bermusik (mengamen) sudah menjadi kehidupan kami. Karena dari situ gue dan teman-teman bisa makan dan ngerokok," tutur Darma dan Asep serempak.
Para anggota Punk Muslim ini mengakui, mereka kini sangat nyaman dengan kehidupan punk yang sekarang mereka jalani. Mereka merasa punya harapan untuk menatap masa depan yang lebih baik. Kehidupan punk yang bebas dan tak ber-Tuhan kini sudah tinggal sejarah. Selain nongkrong dan bermusik mereka kini punya kegiatan baru, yakni mengaji bersama setiap malam Jumat."Tiap ngamen atau manggung sekarang, kami selalu bawa sarung untuk salat," tandas Darma.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar